Ada waktu untuk bertemu dan ada pula waktu untuk
berpisah. Kiranya inilah waktu untuk mengucapkan salam perpisahan, setelah
sempat menundanya sekali.
Menyertai salam perpisahan ini, kami memutuskan
untuk menghibahkan dua naskah kami, yaitu:
- Menyongsong Badai Matahari di Negeri Cincin Api
- Runtuhnya Jembatan Kukar: Koreksi untuk Tim Ahli
Kedua naskah di atas pada hakekatnya saling
terkait, khususnya dalam cara bagaimana kami memulainya.
Sesungguhnya pada awalnya kami tidak berniat untuk
menulis naskah pertama (Menyongsong Badai Matahari) melainkan sekedar tulisan singkat
seperti biasanya yang hanya cocok untuk di posting di blog ini, tidak lebih.
Akan tetapi, “pancingan” demi “pancingan” yang menghampiri kami membuat kami
terdorong untuk menuntaskannya hingga menjadi sebuah naskah yang komprehensif, sehingga
cocok untuk diterbitkan menjadi sebuah buku. Kami membutuhkan waktu satu bulan
untuk menyelesaikannya. Lalu setelah mengirimkan naskah tersebut kepada situs
nulisbuku.com, kami pun mengira bahwa kami telah menyelesaikan“tugas” tersebut.
Akan tetapi betapa terkejutnya kami ketika kira-kira
seminggu kemudian, di suatu pagi, ketika membuka sebuah situs berita, kami
menjumpai headline berita berjudul “Keping Puzzle Belum Ditemukan.” Sebagaimana
diketahui, kami menggunakan istilah “keping puzzle” pada naskah “Menyongong
Badai Matahari” untuk mewakili teka-teki yang akan dicari jawabannya. Kami
terheran-heran, bagaimana mungkin situs
berita tersebut, yang sama sekali tidak ada hubungan apa pun dengan kami,
seakan-akan sedang bermain-main dengan kami; seakan-akan ia mengingatkan bahwa
pekerjaan kami belumlah selesai. Setelah beberapa saat terheran-heran, akhirnya
mengertilah kami, bahwa headline berita yang sangat menyolok itu, dengan ukuran
huruf dua kali lebih besar dari ukuran biasanya, barangkali, wallahua’lam,
hanya kamilah yang dapat membacanya dalam bunyi: “Keping Puzzle Belum
Ditemukan.” Barangkali para pembaca lainnya akan membaca judul yang “asli” sebagaimana
yang disusun oleh redaktur situs berita tersebut. Wallahu’alam. Maka
mengertilah kami, bahwa kami belum menuntaskan tugas kami.
Bagaimana kami mengetahui tugas berikutnya? Setelah
menuntaskan naskah pertama di atas, sebenarnya kami hanya ingin menulis sebuah
artikel ringkas guna membantah seseorang
yang telah menjadikan sebuah hadits tentang hubungan antara petir dan malaikat,
yang ia pelajari ketika belajar di dalam manhaj salaf, sebagai alasan baginya
untuk murtad dari agama Islam! Ia menganggap hadits tersebut bertentangan
dengan sains, lalu dengan akalnya yang mungil itu ia menolak hadits tersebut
dan murtad!
Sungguh, betapa besarnya musibah yang menimpa
negeri ini, karena betapa banyaknya lulusan dari perguruan-perguruan tinggi
sekular terkemuka mempunyai pola pikir seperti ini. Mereka adalah cerminan dari
para pengajarnya, para profesor yang sombong dan rusak, produk dari metoda
pendidikan sekuler yang rusak. Bagaimana tidak dikatakan sombong dan rusak,
ketika Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan bahwa ilmu yang diberikan
kepada manusia itu besarnya tidak lebih banyak dari air yang melekat pada jarum
yang dimasukkan ke dalam lautan, lalu dengan dengan ilmu yang kurang dari
setetes itu ia berani “menilai” Dzat
yang memiliki lautan ilmu yang tak terbatas? Maka jika ada yang mengira bahwa para
lulusan dari metoda pendidikan sekuler yang rusak ini dapat memperbaiki keadaan
negeri ini, sesungguhnya orang ini pun telah rusak! Siapa pun dia! Sekali lagi:
siapa pun dia orangnya!
Jadi, dalam
konteks seperti inilah akhirnya kami mengubah tulisan ringkas itu menjadi
sebuah naskah yang komprehensif dan tuntas. Kami hendak menunjukkan kepada
orang yang murtad ini dan orang-orang yang semisal dengannya, bahwa bahkan
dengan dalil yang sama persis kami justru dapat mengalahkan argumentasi dari
orang-orang yang paling terkemuka dalam dunia teknik sipil, sebagai wakil dari
ilmuwan rasional-sekuler yang kami bidik, dalam suatu kasus yang menjadi
perhatian masyarakat di negeri ini bahkan dunia. Sesungguhnya Allah-lah yang
menghendaki agar kami mengalahkan para sekularis itu!
Beberapa bulan telah berlalu, dan ratusan orang telah
membaca ringkasan kedua buku tersebut pada situs nulisbuku.com, tetapi kami tak
menjumpai seorang pun yang memesannya. Kami mencoba untuk memahami masalah ini
dengan benar. Maka kami pun mengerti, bahwa Allah tengah menawarkan yang
terbaik bagi kami, mewujudkan doa yang selalu kami panjatkan:
"Ya Tuhanku, tunjukilah aku untuk mensyukuri
nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku dan kepada ibu bapakku dan supaya
aku dapat berbuat amal yang shalih yang Engkau ridhai; berilah kebaikan
kepadaku dengan (memberi kebaikan) kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertobat kepada Engkau dan
sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri".(QS 46: 15)
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan
pilihan yang mudah bagi kami. Alih-alih mendapatkan keuntungan duniawi yang
tidak seberapa dan entah kapan pula terwujudnya, kami lebih memilih untuk sebuah
keuntungan yang pasti dan kekal, dengan menjadikannya sebagai amal shalih,
semata-mata mengharapkan keridhaan Allah, bagi kehidupan akhirat kami. Maka
atas dasar inilah kami menghibahkannya kepada kaum Muslimin. Kedua naskah ini,
sebagaimana naskah-naskah lain yang kami hibahkan, bebas untuk dikopi,
didistribusikan, bahkan diperjualbelikan. Tak ada kewajiban apa pun bagi
orang-orang yang mengambil manfaat dari naskah-naskah tersebut kecuali menjaga
keotentikannya, tidak mengubah-ubah isinya.
Akhirnya kami memohon maaf kepada para pembaca
untuk kalimat-kalimat kami yang tidak patut yang tersebar di dalam blog ini,
dan mengakhiri tulisan kami dengan doa:
Subhanakallahumma wabihamdika, asyhaduanla ilaaha ilaa anta, astaghfiruka
wa’atubu ilaih.
Assalamu’alaikum warahmatullahi
wabarakatuh