Jumat, 23 Desember 2011

Menyongsong Pra-Armageddon



Sebagaimana telah kami sampaikan pada posting “Akan SEGERA Kembalinya Khilafah Islam,” kaum Muslimin akan mengalami dua perang besar - walaupun ini bukan berarti hanya akan ada dua perang saja di masa depan, wallahua’lam, melainkan karena dua perang besar yang berurutan tersebut dengan mudah dapat kita identifikasi berdasarkan hadits-hadits yang absah - yaitu perang antara persekutuan kaum Muslimin dan bangsa Barat melawan musuh bersama, dan dilanjutkan dengan perang antara kaum Muslimin melawan bangsa Barat. Perang besar pertama kami sebut sebagai Pra-Armageddon karena ia secara tegas merupakan pembuka bagi perang besar yang sebenarnya, yaitu yang dikenal sebagai Armageddon di dunia Barat atau al-Malhamah al-Kubro bagi kaum Muslimin. Pada posting kali ini kami akan membahas perkembangan terkini yang telah semakin jelas mengarah pada Pra-Armageddon, wallahua’lam.

Kondisi Dunia Barat

Kondisi Eropa

Kami memilih Martin Weiss’ dalam “7 Major Advance Warnings” (7 Peringatan Dini Utama)-nya yang dimuat dalam artikel Paul B. Farrel berjudul, “EU bank failures will crash Wall Street - again,” situs Marketwatch, 18 Oktober 2011untuk mewakili analisis terhadap situasi Eropa secara umum. Ia menyebutkan:

1. Yunani akan mengalami default dengan sangat segera…
Bank-bank harus menelan pil pahit dan pukulan yang sangat keras terkait dengan surat-surat utang pemerintah Yunani yang mereka pegang….Apakah bank-bank menerima ‘solusi’ ini secara sukarela atau pun tidak, tetap saja berarti Yunani mengalami default.
2. Kekhawatiran akan menyebar…
Investor global mengetahui jika satu pemerintahan negara Barat dapat mengalami default, yang lain tentu juga bisa default. Para investor itu akan menolak meminjamkan uang kepada pemerintahan yang telah ditimbuni utang atau mereka akan meminta bunga pinjaman yang mencekik leher.
3. Bank-bank raksasa Eropa akan runtuh…
Beberapa bank terbesar akan runtuh karena surat utang pemerintah yang mengalami default dan penarikan tabungan seara massal oleh masyarakat…bank-bank Spanyol…Perancis…dampaknya akan menjalar ke J.P. Morgan Chase, Bank of America dan Citigroup…Ketiganya berada dalam bahaya.
4. Pemerintahan negara-negara Uni Eropa menderita penurunan peringkat kredit…
Perancis dan Jerman akan mati-matian menyelamatkan bank-bank mereka yang kolaps. Akan tetapi menalangi bank jelas merupakan kesalahan yang serius karena akan sangat merusak keseimbangan anggaran mereka yang berakibat pada penurunan peringkat kreditnya, atau harus membayar bunga pinjaman yang mencekik leher.
5. Spanyol dan Italia adalah negara berikutnya yang akan mengalami default atas utang mereka yang menggunung…
Dengan jumlah utang $3,4 trilyun, atau kira-kira 10 kali Yunani, mereka juga beresiko mengalami default.
6. Pasar utang global akan menyusut drastis…
Mengantisipasi default oleh negara-negara sebesar Spanyol atau Italia, akan membuat hampir semua pasar utang dunia membeku. Penarikan investasi dan kepanikan bukan hanya menghancurkan kemampuan meminjam oleh negara-negara PIIGS, melainkan juga mengancam negara-negara Perancis, Jerman, Jepang, Inggris dan Amerika.
7. Lingkaran setan: defaultnya negara-negara, keruntuhan bank, depresi global…
Defautnya pemerintahan akan memicu semakin banyak keruntuhan bank, menghentikan aliran kredit ke dunia bisnis dan rumah tangga, membenamkan ekonomi global ke dalam depresi besar, dan semakin memperpanjang lingkaran setan.

Weiss tidak berlebihan. Nada yang sama kita terima dari Mervyn King, Gubernur Bank Sentral Inggris. Ia mengatakan, “Ini adalah krisis keuangan yang paling serius yang pernah kita saksikan sekurang-kurangnya sejak 1930-an, kalau bukan selama-lamanya.”

Kondisi Amerika

Amerika memang luar biasa….luar biasa sintingnya…
Situs Zero Hedge (4 Oktober 2011) melaporkan bahwa pemerintah Amerika memulai tahun anggaran baru Oktober 2011-September 2012 dengan mencetak tambahan utang sebesar $142 milyar dalam dua hari!!!

Dengan sinis Zero Hedge mengulas bahwa terkadang dibutuhkan waktu setahun untuk mencetak utang sebesar itu, lalu berkurang menjadi sebulan, sekarang cukup dua hari saja! Total utang pada hari kedua tahun anggaran baru (2 Oktober 2011) adalah $14,837 trilyun. Pada hari ini utang itu telah berjumlah…(perhatikan jam utang di pojok kanan blog ini!), telah melewati 100% dari Produk Domestik Brutonya, telah mencapai “point of no return” alias tidak mungkin diselesaikan kecuali dengan menyatakan bangkrut, lalu meminta pengampunan utang dari para kreditornya.

Situs Zero Hedge (24 Oktober 2011) kembali menampilkan berita yang menimbulkan rasa miris, berjudul, “Dalio: ‘There Are No More Tools In The Tool Kit’ – Complete Charlie Rose Transcript With The Head Of The World’s Biggest Hedge Fund. Diulas, “Bila menyangkut prediksi masa depan dunia, hanya sedikit orang yang mampu seperti Ray Dalio, kepala hedge fund (makro) terbesar di dunia, Bridgewater Associates. Jadi ketika Ray menyatakan kepada Charlie Rose dari PBS bahwa ‘tidak ada lagi perkakas yang tersisa di dalam kotak perkakas’ kebijakan fiskal dan moneter untuk menolong Amerika meneruskan kebijakannya yang berlangsung saat ini, barangkali akan lebih tepat dan perlu bagi para pemegang otoritas untuk duduk dan mendengar omongannya…”

Agaknya cukup logis untuk mengatakan bahwa Amerika dapat mengalami default pada 2012, barangkali pada pertengahan atau akhir 2012. Wallahua’lam.

Kesimpulan akhir dari situasi negara-negara Barat (Eropa dan Amerika) diwakili oleh George Soros, salah seorang pendekar dunia Kapitalis yang kesohor, dimuat pada situs Bloomberg edisi 6 Oktober 2011 berjudul “Reminds Him of Soviet Collapse” (Mengingatkannya pada Keruntuhan Uni Soviet). Dilaporkan, “Investor bilyuner George Soros mengatakan bahwa kekacauan di pasar keuangan global sejak 2008 mempunyai implikasi bagi Eropa dan Amerika Serikat yang mengingatkannya pada tahun-tahun terakhir Uni Soviet.

“‘Sesuatu yang mirip tengah terjadi di negara-negara Barat,’ Soros, 81 tahun, mengatakan dalam suatu wawancara ‘Eye to Eye’ bersama Francine Lacqua di Televisi Bloomberg, yang ditayangkan hari ini. ‘Anda mengalami krisis keuangan di mana pasar sebenarnya telah runtuh, tetapi dipertahankan tetap hidup oleh para pemegang otoritas. Orang-orang tidak menyadari bahwa sistem (Kapitalisme) sebenarnya telah runtuh.’”

Respons masyarakat Barat

Tentu semua orang telah mengetahui perihal gerakan “Occupy Wall Street” yang di mulai di New York dan kini telah merambah ke kota-kota negara-negara kapitalis lainnya di seluruh dunia Barat. Makna dari gerakan tersebut dituangkan dalam sebuah manifesto oleh salah seorang aktivisnya, “A Manifesto for the Impending Second American Revolution by Carmen Yarrusso (Manifesto bagi Revolusi Amerika Kedua yang Segera Pecah), 19 Oktober 2011.

“Kebijakan-kebijakan domestik pemerintah kita yang tak asuk akal menyebabkan penderitaan yang luar biasa dari tak terhitung jutaan rakyat Amerika. Kebijakan-kebijakan luar negeri pemerintah kita yang tak masuk akal menyebabkan penderitaan yang luar biasa dari tak terhitung jutaan orang di seluruh dunia. Pemerintahan yang paling jahat di atas bumi ini harus diruntuhkan sebelum ia menghancurkan kita semua.
Kita rakyat Amerika tidak lagi bisa sekedar berdiri seperti domba siap untuk disembelih. Amerika telah matang untuk revolusi.”

Amerika telah matang untuk revolusi, apalagi Yunani, Itali, Spanyol, Portugis, Irlandia, Inggris, Hongaria, Belgia……..praktis semua negara-negara Barat kapitalis.

Jalan Keluar

Semua jalan telah buntu… Akan tetapi, sebenarnya masih tersisa satu jalan keluar, jalan darurat: menciptakan perang. Dengan perang berskala besar akan dapat dihimpun segenap sumber daya dunia Barat yang tersisa guna memberikan stimulus bagi bangkitnya ekonomi mereka. Bukankah Depresi Besar 1930-1939 juga berakhir dengan dimulainya Perang Dunia II?

Bahkan ide ini muncul dari kalangan cendekiawannya. Situs National Journal edisi 11 November 2010 memuat berita berjudul “Feldstein, Krugman Agree: Another War Would Help” (Feldstein dan Krugman Setuju: Menciptakan Perang Dapat Membantu Ekonomi):

“Dua perang (dunia) belum cukup. Ekonomi Amerika terlihat sangat suram, sementara solusi politis tidak tersedia, sehingga peperangan lain berskala besar mungkin akan cukup untuk mengentaskan negeri ini dari tingkat pengangguran yang tinggi dan kronis serta pertumbuhan ekonomi yang rendah, demikian dua ahli ekonomi terkemuka, seorang dari kalangan konservatif dan seorang lagi liberal, mengatakannya hari ini. Pemenang hadiah Nobel Paul Krugman, seorang kolumnis harian The New York Times, dan Martin Feldstein, profesor di Universitas Harvard, mantan ketua Dewan Penasihat Ekonomi Presiden Reagen, mencapai konsensus mengenai masa depan (ekonomi) pada suatu forum ekonomi di Washington. Pandangan keduanya selaras dengan ahli ekonomi ketiga, Jan Hatzius dari Goldman Sachs…”

Krugman mengulanginya lagi pada acara di CNN, 15 Agustus 2011. Situs infowars edisi 15 Agustus 2011 mengulasnya dengan berita berjudul “Krugman Calls On Government To Manufacture War To Save Economy” (Krugman Meminta Pemerintah Untuk Menciptakan Perang Guna Menyelamatkan Ekonomi).

Semuanya seakan tak sabar untuk memulai perang. Akan tetapi Obama dan sekutu Baratnya mesti berhitung cermat kali ini. Iran tidak seperti Irak yang loyo setelah dipukul oleh pasukan koalisi dalam perang 1991 dan diembargo selama lebih dari satu dekade, lalu hanya dengan satu pukulan ringan langsung tumbang. Kekuatan Iran beberapa kali lipat daripada Irak. Dengan jumlah penduduk 70 juta jiwa, Iran dapat memobilisasi kekuatan tentara yang sangat besar. Selain itu, sebagai pusat agama Syi’ah di dunia, Iran juga dapat memobilisir segenap kaum Syi’ah di seluruh dunia, khususnya sejumlah negara di Timur Tengah, untuk membela tanah sucinya. Iran juga telah memiliki kemampuan teknologi perang yang lumayan canggih, terbukti dari kemampuannya secara mandiri dalam merancang, memproduksi dan terus mengembangkan rudal-rudal jarak dekat, jarak menengah, dan jarak jauh. Iran juga telah menunjukkan kemampuannnya dalam cyber war dengan membajak, melalui jamming technology, pesawat mata-mata tak berawak Amerika. Iran juga mempunyai kapasitas untuk “menyumbat” Selat Hormuz, yang membuat kapal-kapal tanker pembawa minyak dari Uni Emirat Arab, Irak, Kuwait, dan Qatar tidak dapat lewat. Yang tak dapat diremehkan pula, Iran sendiri adalah pengekspor minyak bumi ke-4 terbesar di dunia dengan tingkat produksi di atas 4 juta barrel/hari (bandingkan dengan Indonesia yang bahkan tidak sampai 0,95 juta barrel/hari). Berperang dengan Iran tanpa persiapan yang memadai berarti bunuh diri. Oleh karena itu perlu dibuat pentahapan untuk melemahkannya sebelum genderang perang ditabuh.

Tahap pertama adalah menghilangkan “wild-card” semacam Khadafi. Jadi, tujuan menumbangkan Khadafi bagi dunia Barat bukan sekedar menendang perusahaan-perusahaan minyak Cina dari Libya dan merebut konsesi ladang minyaknya, melainkan yang lebih penting adalah menetralisir reaksi yang tidak dapat diprediksi dari Khadafi ketika perang melawan Iran telah digelar. Misalnya, perang melawan Iran niscaya akan membuat harga minyak melambung tinggi. Bagi Khadafi, situasi ini justru sangat menyenangkan, tanpa peduli hal itu akan menyiksa negara-negara Barat pengimpor minyak; ia tidak mau didikte untuk memompa minyak lebih banyak guna meredam melejitnya harga minyak. Oleh karena itu tidak penting bagi pemerintahan negara-negara Barat tentang cara Khadafi menemui ajalnya. HAM? Ha ha ha…mmm…Yang penting adalah satu “milestone” dalam proyek melawan Iran telah dilampaui, lalu segera beranjak ke “milestone” berikutnya.

Tahap kedua adalah menetralisir sekutu penting Iran di Timur Tengah, yaitu Suriah. Formula dasarnya tetap sama seperti yang digunakan di Libya: Mengagitasi kelompok perlawanan, mengembargo secara militer dan ekonomi, membentuk dewan transisi nasional, dan membantu kelompok perlawanan secara militer di lapangan. Hanya saja, pada kasus Suriah ada hal yang bersifat khusus, yaitu rezim al-Assad yang memimpin Suriah dengan tangan besi adalah berasal dari kalangan alawi, salah satu sekte di dalam agama Syi’ah, di tengah penduduk Suriah yang mayoritas Muslim. Kaum Muslimin Suriah tidak menganggap sekte alawi sebagai bagian dari agama Islam, bahkan sangat membencinya.

Di lain pihak, Turki secara khusus memiliki hubungan emosional yang sangat kuat dengan mayoritas rakyat Suriah, karena Suriah hingga 1924 adalah bagian dari Khilafah Islam Turki Utsmaniyyah sebelum khilafah itu bubar dan Suriah dicaplok Perancis. Maka ketika terjadi pembantaian atas kaum Muslimin oleh rezim al-Assad, apa pun alasannya, Turki menjadi sangat marah. Turki secara proaktif memfasilitasi dan mendukung upaya untuk meruntuhkan rezim al-Assad dengan mendukung sepenuhnya kelompok tentara yang membelot dari rezim al-Assad. Bahkan Turki telah secara terbuka mengancam akan menyatakan perang kepada Suriah jika tidak berhenti membunuhi kaum Muslimin. Dalam kasus Suriah, Amerika dan sekutu NATOnya merasa Turki telah mewakili kepentingan mereka.

Selain menghadapi Turki, rezim al-Assad juga menghadapi tekanan dari Liga Arab yang secara tegas meminta rezim al-Assad untuk tidak menyakiti kelompok oposisi, yang tak lain adalah kaum Sunni, kaum Muslimin. Bagaimana pun, pernyataan Liga Arab ini adalah bagian dari operasi terselubung untuk meruntuhkan rezim al-Assad. Arab Saudi yang masih sibuk menyangga Raja Muslim di tengah mayoritas kaum Syi’ah di Bahrain, merupakan motor utama di belakang kekuatan Liga Arab. Persoalannya kini tinggal pada target waktu penjungkalan rezim al-Assad saja, sementara mereka berlomba dengan waktu.

Tahap ketiga, yang dapat berlangsung secara paralel dengan tahap kedua, adalah melemahkan Iran secara sistematis, yaitu melalui embargo militer dan ekonomi. Metode ini terlihat dari upaya mengeksploitasi “rencana pembunuhan duta besar Arab Saudi di Amerika oleh kaki tangan Iran” agar dapat dijadikan alasan untuk mengembargo Iran yang akan dikoordinir melalui PBB. Sialnya, bahkan para analisis Barat sendiri skeptis dengan cerita “ala film Hollywood” ini, terlalu nampak dibuat-buat.

Melengkapi pentahapan di atas adalah upaya pelemahan Iran melalui Badan Energi Atom Internasional, IAEA, yang menghasilkan laporan-laporan guna menjustifikasi dijatuhkannya sanksi politik dan ekonomi yang lebih keras kepada Iran; juga upaya pembunuhan para ahli nuklir Iran, serta upaya pengrusakan reaktor nuklir Iran melalui penularan virus stuxnet worm pada sistem komputer pengendali reaktor nuklirnya. Taktik lainnya, pemberian dukungan kepada kelompok oposisi seperti Mujahiddin Khalq dan kelompok separatis Kurdi.

Bersamaan dengan itu, Obama telah memutuskan untuk menarik pasukan Amerika dari Irak sebelum akhir 2011. Obama mengatakan bahwa penarikan pasukan ini merupakan bagian dari pemenuhan janji politiknya yang diucapkannya semasa kampanye pemilihan presiden. Hmm…selugu itukah Obama? Kita mengetahui bahwa pada Perang Teluk 1991, Saddam Hussein telah tertipu dengan memakan umpan berupa “kata-kata bersayap” dalam surat yang ia terima dari pemerintah Amerika, seakan-akan mempersilahkannya menginvasi Kuwait. Ketika umpan itu dimakan, lalu pasukan Irak masuk ke Kuwait, Amerika dengan penuh kemunafikan menyatakan amarahnya, lalu memimpin pasukan koalisi untuk mengusir pasukan Irak dari Kuwait. Semua itu terjadi di tengah resesi yang melanda Amerika di bawah Presiden Bush Sr. Nampaknya resep yang sama akan kembali dicoba.

Bagaimanapun juga, perang tidak dapat dimulai tanpa ada bukti telah terjadi pelanggaran hukum internasional oleh suatu negara. Oleh karena itu, barangkali kita akan menyaksikan situasi di Irak direkayasa sedemikian rupa, seperti perang antara kaum Muslimin dan kaum Syi’ah yang tak dapat diatasi oleh pemerintah Irak, sehingga Iran terpancing masuk ke Irak. Ini adalah pelanggaran hukum internasional, lalu terjadilah perang sesuai yang direncanakan. Wallahua’lam.

Jika ternyata metode di atas gagal untuk mengagitasi Iran, tersedia satu jalan pamungkas: memancing peperangan dengan terlebih dahulu menghancurkan reaktor nuklirnya berdasarkan bukti-bukti, entah palsu maupun absah, bahwa Iran berencana membuat bom atom. Iran yang marah akan menjadi kalap, lalu melancarkan serangan balasan dengan berupaya menyumbat selat Hormuz yang memancing reaksi masyarakat internasional.

Di tengah pentahapan perencanaan perang melawan Iran ini, negara-negara Barat merasa cemas dengan kemungkinan Israel keluar dari koordinasi dengan melakukan serangan prematur ke kompleks reaktor nuklir Iran. Perdana Menteri Israel percaya, bahwa Iran saat ini dipimpin oleh orang-orang yang mempunyai keyakinan membawa “misi akhir zaman,” yang di antara tugasnya adalah “memusnahkan” bangsa Yahudi! Oleh karena itu Israel menjadi sangat gelisah. Jika pengeboman oleh Israel ini terjadi, perang akan pecah dalam kondisi awal yang tidak menguntungkan negara-negara Barat. Mereka belum sempat menimbun minyak sebelum harga minyak melambung tinggi, yang justru dapat membuat negara-negara Barat semakin tenggelam ke dalam depresi ekonomi yang akut. Respons Arab Saudi dengan membanjiri dunia dengan minyak dapat menjadi kurang efektif ketika harga telah terlanjur melambung tinggi, di mana spekulan telah mengambil peranan utama dalam mempermainkan harga minyak.

Jika perang ini benar-benar pecah, Iran tentu akan melibatkan semua kekuatan kaum Syi’ah di Timur Tengah, bahkan dunia. Maka api peperangan akan berkobar dengan dahsyat di tempat-tempat di mana terdapat komunitas Syi’ah yang signifikan, seperti di Arab Saudi, Yaman, Bahrain, Lebanon, Suriah, Irak, dan Iran. Bahkan mungkin juga menjalar ke sejumlah negeri Muslim lainnya seperti Pakistan dan lain-lainnya. Wallahua’lam.

Kemudian cermatilah pernyataan dua petinggi pertahanan Amerika (dimuat di harian Inggris The Telegraph edisi 22 Desember 2011).
“Jendral Martin Dempsey, Ketua Kastaf Gabungan AB: ‘Militer AS telah mencapai titik yang siap untuk mengeksekusi kekuatan guna melawan Iran jika dibutuhkan....Kekhawatiran terbesar saya adalah bahwa ia (Iran) mungkin salah dalam memperhitungkan penyelesaian kita. Setiap kesalahan perhitungan dapat membuat kita terjerumus ke dalam konflik dan yang akan menjadi tragedi untuk wilayah itu dan dunia.
Leon Panetta, Menteri Pertahanan, mengatakan minggu ini bahwa AS bersiap untuk mencegah Teheran merealisasikan ambisi nuklirnya. Ia memperkirakan bahwa negara itu (Iran) hanya tinggal setahun lagi guna mencapai tujuannya…”

Pernyataan kedua petinggi pertahanan Amerika di atas didukung oleh analisis yang disusun oleh Matthew Kroenig dalam artikel berjudul “Time to Attack Iran” (Waktunya untuk Menyerang Iran) muncul di jurnal kaum neokonservatif Amerika, Foreign Affair – edisi Januari/Februari 2012. Ia menganalisis, bahwa semua resiko perang sudah dapat diantisipasi dengan baik, dan waktunya untuk menyerang adalah “sekarang,” ketimbang melakukannya di masa yang akan datang dengan resiko yang lebih besar.

Jadi, sebenarnya kita telah dapat menduga, wallahua’lam, serangan akan dimulai sebelum tahun 2012 berakhir, kira-kira sebelum pemilihan presiden Amerika pada November 2012 berlangsung. Obama adalah presiden Amerika yang paling cerdas. Ia akan mengambil momentum perang agar dapat terpilih kembali sebagai presiden untuk keduakalinya. Orang-orang Amerika tentu akan berpikir, mengubah kepemimpinan nasional di tengah-tengah perang yang sedang berkecamuk tidaklah bijaksana.

Apa pun jalan yang ditempuh, hasil dari perang ini telah kita ketahui, bahwa Iran akan dikalahkan, dan pemerintahan Syi’ah akan runtuh di Iran; mereka akan dilucuti dan harta pampasan perang akan dibagi. Demikian pula hasil perang ini bagi dunia Barat pun telah dapat kita ketahui, bahwa harapan untuk menjadikan perang ini sebagai stimulus raksasa bagi kebangkitan ekonominya ternyata hanya ilusi belaka. Bahkan sebagaimana dapat kita simpulkan dari analisis terhadap hadits-hadits yang menceritakan perang ini, keruntuhan ekonomi dunia Barat akan berlanjut hingga membawa implikasi meletusnya revolusi dan terpecah-belahnya sejumlah negara di dunia Barat. Itulah sebabnya tak ada pilihan lain bagi negara-negara Barat selain mengkhianati perjanjian damai dengan kaum Muslimin dan melanjutkan permainan ke babak selanjutnya, Armageddon, sebagai perjudian terakhir mereka. Wallahua’lam.

Dunia Islam

Di buku kami, kami memperkirakan bahwa pada periode ini Imam Mahdi telah muncul. Apakah realitanya sejauh ini selaras dengan prediksi kami? Marilah kita periksa.

Raja Abdullah dari Arab Saudi telah mengalami dua kali operasi pada November 2010 di sebuah rumah sakit di Amerika atas penyakit yang dideritanya. Setelah itu ia beristirahat selama tiga bulan di istana peristirahatannya di Maroko sebelum kembali ke Arab Saudi karena revolusi telah dimulai di negeri-negeri Arab. Sekembalinya ke Arab Saudi, karena keterbatasan fisiknya, ia hanya bekerja dua hingga tiga jam dalam sehari. Pada 17 Oktober 2011 ia kembali harus menjalani operasi di rumah sakit di Arab Saudi karena penyakit punggungnya. Nampaknya ia semakin melemah. Wallahua’lam.

Di sisi lain, Putera Mahkota Pangeran Sultan yang memang juga telah lama menderita sakit, wafat pada 22 Oktober 2011 di sebuah rumah sakit di New York, Amerika Serikat. Raja Abdullah lalu mengangkat Pangeran Nayif sebagai Putera Mahkota, dan Pangeran Salman sebagai Menteri Pertahanan. Akan tetapi, pada 2006 Raja Abdullah telah membentuk sebuah dewan yang terdiri dari sejumlah pangeran untuk memilih calon raja secara rahasia jika dirinya wafat. Jadi, Pangeran Nayif tidak otomatis menjadi raja jika Raja Abdullah wafat kelak. Jika dewan ini memilih pengeran lain untuk menjadi raja, ini dapat memicu perselisihan dengan Pangeran Nayif yang merasa haknya dirampas. Kemungkinan terjadinya perselisihan cukup besar, karena sejumlah pengeran yang beraliran liberal telah secara terbuka menolak kemungkinan Pangeran Nayif, pangeran yang dianggap konservatif di Arab Saudi, naik menjadi raja. Ketika perselisihan itu meledak menjadi pertumpahan darah, maka kami mengira sesuai hadits yang memberitakan kemunculan Imam Mahdi, itulah momen kemunculan Imam Mahdi. Wallahua’lam.

Lalu perhatikanlah hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berikut ini (artinya),

“Kalian akan mengadakan perdamaian dengan bangsa Romawi, kemudian kalian dan mereka memerangi musuh bersama kalian, dan akhirnya kalian menang sekaligus memperoleh ghanimah dan selamat, kemudian kalian pulang. Pada saat kalian singgah di Dzi Talul, seorang lelaki Kristen mengangkat salib dan berteriak, “Hidup salib!” Seorang Muslim marah, lalu memukulnya. Ketika itu, bangsa Romawi berkhianat dan berkumpul guna mempersiapkan perang besar.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majjah)

Pergantian kekuasaan di pusat dunia Islam, dengan munculnya Imam Mahdi, membuat negara-negara Barat terpana. Mereka bertanya-tanya: Siapakah Imam Mahdi? Imam Mahdi bukan dari lingkaran kekuasaan dinasti al-Saud yang sudah sangat mereka kenal; mereka sama sekali tidak mengetahui orientasi politik Imam Mahdi. Oleh karena itu menjadi sangat wajar jika perlu diadakan penjanjian damai. Sebagaimana tertera pada hadits di atas, kejadian itu diperkirakan belangsung sebelum perang melawan musuh bersama, Iran, dikumandangkan. Wallahua’lam

Pada periode tersebut kami mengira, sekedar perkiraan, “gunung emas” telah muncul di Sungai Eufrat.



Wallahua'lam