Daftar Isi Buku






Ukuran 15 cm x 20,5 cm
182 hal.

Daftar Isi


Pendahuluan – 4

Bab I : Amerika Bergerak Menuju Keruntuhan – 15
  • Keangkuhan Amerika
  • Fir’aun dan Kaumnya, dan Kepastian Kehancurannya
  • Perubahan Status Amerika
  • Kenaikan Harga Minyak Semakin Menyiksa Amerika
  • Perang Afghanistan dan Irak
  • Bencana Alam
  • Generasi “Baby Boomers”
  • Kemiripan antara Keruntuhan Uni Soviet dan Keruntuhan Amerika
  • Dampak Keruntuhan Amerika terhadap Dunia
  • Depresi Besar 1929
  • Perbedaan antara Amerika 1929 dan Amerika Kini
  • Seandainya Saat Kehancuran itu Telah Tiba

Bab II: Kembalinya Khilafah Islam – 65
  • Project for the New American Century – PNAC
  • Tumbangnya Para Diktator dan Tersebarnya Demokrasi di Negeri-negeri Muslim
  • Kembalinya Khilafah Islam Berdasarkan Manhaj Kenabian/Khilafah Rasyidah
  • Kemunculan Imam Mahdi 
        
          Bab III: Penentangan dan Penyalahgunaan Aqidah Imam
          Mahdi –79 
    • Penentangan terhadap Aqidah Imam Mahdi
      1. Buku “Syi’ah, Imam Mahdi, dan Duruz; Sejarah dan Fakta” oleh Dr. Abdul Mun’im Al-Nimr 
      2. Buku “Seputar Kontroversi Imam Mahdi; Membuka Cakrawala Pemahaman Anda tentang Imam Mahdi” oleh K.H. Muhammad Nabhan Husein 
    • Penyalahgunaan Aqidah Imam Mahdi 
      1.  Kasus Juhaiman bin Saif al-Utaibi
      2.  Pandangan Harun Yahya tentang Imam Mahdi
      3.  Agama Ahmadiyah

Bab IV: Kembali ke Awal Lagi – 93 
  • Bersekutu dengan Bangsa Romawi Menghadapi Musuh Bersama 
  • Iran pada Hari ini = Persia pada Masa Awal Islam!
  • Memerangi Bangsa Romawi
  • Pecahnya Negara-negara Eropa

Setelah dua tahun berlalu... – 111

Bab V: Perkembangan pada Tiga Keping Puzzle – 112
  • Situasi di Sungai Eufrat
  • Situasi di Arab Saudi
  • Situasi di Iran

Bab VI: Amerika Menghitung Hari – 126
  • Setiap Rentenir Pasti Hancur
  • Analogi antara Florensia-Venesia pada Abad XIV dan New York-London pada Abad XXI

Bab VII: “Ring of Fire” – 138
  • Isyarat bagi Penduduk Muslim Granada pada Abad XV M
  • Fitnah Orang Bodoh

Bab VIII: Apa yang Harus Dilakukan? – 151
=====================================================


Pendahuluan



Segala puji hanya bagi Allah Subhanahu wa Ta'ala. Kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan memohon ampun kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari segala kejahatan diri kami dan dari keburukan amal kami. Barang siapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada dapat yang menyesatkannya, dan barang siapa yang disesatkan oleh Allah, maka tidak ada yang dapat memberinya hidayah.

Saya  bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak kecuali Allah Yang Maha Esa, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan saya bersaksi bahwa Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam adalah hamba dan Rasul-Nya.

Amma ba’du,

Tak terpikirkan sebelumnya bahwa kami harus menulis sebuah buku. Adalah situasi pasca reformasi 1998 yang membuat segalanya berubah. Keprihatinan yang mendalam atas apa yang menimpa negeri ini membuat kami bertekad menulis sebuah buku, menyampaikan sebuah pesan yang sangat penting bagi saudara-saudara kami kaum Muslimin di negeri ini.

Situasi pasca reformasi 1998 membuat kami, dan kami yakin banyak orang mengalaminya juga,  terhenyak, terkaget-kaget. Tiba-tiba semua pintu kebebasan terbuka selebar-lebarnya. Apa yang semula tak pernah terlintas di kepala akan terjadi di negeri ini, terjadi begitu mudahnya. Segala bentuk tabu menjadi bahan tertawaan. Di sebuah stasiun radio swasta kami mendengar orang berdiskusi soal persetubuhan dengan sangat bebasnya. Mereka berbagi pengalaman perzinahannya dengan santai, sementara pembawa acara secara vulgar memprovokasi pendengarnya untuk tidak ragu mencobanya. Pada kesempatan lain, di radio yang sama, seorang dokter menjelaskan bahwa tidak ada masalah sama sekali bagi seseorang untuk melakukan persetubuhan dengan wanita yang tengah haid. Darah pada kemaluan wanita hanya sekedar membuat rasa tidak enak saja. Tidak ada masalah medis di situ. Larangan agama? Ah, itu cuma dongengan belaka.

Di pasar-pasar kami melihat VCD porno dijual dengan sangat bebas tanpa rasa malu dan takut sedikit pun. Bahkan hingga di depan halaman kantor tempat kami bekerja pun, yang jauh dari pasar, para pedagang itu menggelar dagangannya tanpa ragu. Majalah untuk konsumsi murid SMP menanamkan kepada pembacanya, bahwa persetubuhan atas dasar suka sama suka adalah sah.

Karena alasan mengikuti pendidikan lanjutan, kami pernah tinggal selama beberapa waktu di sebuah negeri kafir. Kaum perempuannya diperjual-belikan dengan sangat bebas dan murah. Perdagangan pelayanan jasa kaum wanita menjadi salah satu sumber devisa yang penting bagi negara. Kami teringat betapa kami memandang dengan sangat hina negeri itu. Bagaimana mungkin semua kehinaan itu tiba-tiba menyergap negeri sendiri? Hendak dibawa ke mana negeri ini?

Tetapi ada yang lebih berbahaya. Secara samar-samar dan kemudian menjadi semakin jelas, kami melihat, bahwa proyek besar itu ternyata bernama “sekularisme.” Tiba-tiba orang-orang berubah menjadi badut-badut sekularisme. Seakan-akan segala sesuatunya telah dipersiapkan, terjadi banjir badang buku-buku yang mempromosikan ide tersebut. Kemudian mereka masuk pada level negara, mendorong agar bangsa ini sepenuhnya melaksanakan derivat dari sekularisme, yaitu demokrasi liberal dan kapitalisme. Semua terjadi begitu cepatnya. Tulisan-tulisan mereka meramaikan rak-rak buku perpustakaan-perpustakaan dan toko-toko buku. Orang-orang mulai terhanyut oleh pikiran mereka.

Waktu berjalan cepat. Pada suatu malam di bulan Oktober 2001, melalui Stasiun Radio BBC kami mendengar orang-orang Amerika mulai meluncurkan rudal-rudalnya dari kapal-kapal perangnya bersamaan dengan bom-bom yang dijatuhkan dari pesawat-pesawat udara guna meruntuhkan pemerintahan Taliban di Afghanistan. Mereka menuduh pemerintahan Taliban menyembunyikan tokoh-tokoh Tandzim Al-Qaida yang dianggap bertanggung jawab atas runtuhnya gedung WTC pada 11 September 2001. Hanya orang-orang idiot yang percaya dengan muslihat seperti itu.

Betapa sombongnya bangsa Amerika itu; betapa zalimnya mereka. Mereka berbuat semena-mena terhadap kaum Muslimin Afghanistan yang lemah dan miskin. Terbayang di pelupuk mata rumah-rumah berdinding lumpur rakyat Afghanistan hancur-lebur oleh rudal-rudal dan bom-bom berkekuatan raksasa itu. Tak kuasa menahan kesedihan, dengan berurai air mata kami berdoa, “Wahai Allah…wahai Allah…wahai Allah…hancurkanlah Amerika….hancurkanlah Amerika….hancurkanlah Amerika….” Kami lupa, berapa lama kami berdoa dengan kalimat seperti itu. Ya, hanya kalimat itu saja.

Kegilaan Amerika semakin menjadi-jadi. Lepas Afghanistan, pada Maret 2003 mereka kembali menginvasi Irak tanpa alasan yang benar. Kami mulai melihat ada yang ganjil pada diri pemimpin Amerika ketika itu, Presiden Bush Jr. Berbeda dengan presiden-presiden Amerika terdahulu, Bush Jr. sangat terpengaruh oleh keyakinan bahwa dirinya mendapat “tugas khusus” dari Tuhan untuk menghancurkan musuh-musuh Amerika (baca: musuh Kristen) dan menyebarkan demokrasi di negeri-negeri Muslim. Sikap irasionalnya itu sangat berpengaruh pada pengelolaan negaranya. Karena merasa menjadi alat Tuhan, ia pun meyakini, bahwa apa pun yang dilakukannya pasti akan berhasil, karena Tuhan pasti akan menolongnya. Kami melihat sifat “penghancuran diri sendiri” ada pada diri presiden Amerika yang unik ini. Kami mempunyai dugaan yang sangat kuat, bahwa Bush Jr. akan membawa kehancuran pada Amerika. Bersamaan dengan itu kami mencermati sejumlah analisis dari para pakar Amerika sendiri yang mulai mencemaskan situasi ekonomi-keuangan Amerika. Sumpah serapah mulai dilontarkan oleh sejumlah pengamat Amerika kepada presidennya.

Bush lalu memutuskan untuk maju kembali pada pemilihan presiden periode 2005-2009. Kami melihat ini sebagai sebuah kesempatan untuk menguji firasat kami. Sebagaimana diketahui, pada jajak-jajak pendapat sebelum pemilihan berlangsung, Bush selalu tertinggal dari saingannya, John Kerry dari Partai Demokrat. Jika firasat kami benar, bahwa Bush akan menjadi faktor penghancur bagi Amerika, maka ia tentu akan menang lagi dalam pemilihan kedua ini, karena pada periode pertama pemerintahannya ia belum cukup membuat kerusakan bagi Amerika. Kepemimpinannya masih diperlukan guna menimbulkan  kerusakan ekstrim pada Amerika. Maka secara terbuka kami katakan kepada para kerabat kami yang mengikuti jalannya pemilihan presiden di Amerika itu, bahwa kami memprediksi Bush akan keluar sebagai pemenang. Dan demikianlah, firasat kami terbukti benar, Bush menang untuk kedua kalinya. Kerusakan Amerika pun bergerak menuju puncaknya.

Tiba-tiba kami melihat peluang untuk tujuan yang lebih besar. Bukankah selama ini para sekularis itu sangat mengagung-agungkan Amerika? Pada umumnya mereka mengikuti pendidikan lanjutan di universitas-universitas di Amerika. Mereka begitu mencintai Amerika (bersama semua kesalahannya, sebagaimana ucapan seorang pemimpin). Mereka sangat terobsesi agar negeri ini menjadi seperti Amerika: sekuler, demokratis dan sejahtera! Mereka tak mampu melihat sisi-sisi kelam Amerika. Kemilau kehidupan “ilmiah” Amerika membuat mereka meremehkan warisan agamanya; mereka bahkan menghina Sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.

Seandainya kami mampu untuk menunjukkan, bahwa sesungguhnya Amerika tengah memasuki hari-hari terakhirnya, tentu ini akan menjadi pukulan yang sangat telak kepada para sekularis itu. Idola mereka sebentar lagi tumbang. Mengikuti idolanya, mereka sendiri akan ikut tumbang dan terkubur bersama segenap proyek “ilmiah” mereka. Secara serius kami mulai mempertimbangkan untuk menulis sebuah buku berupa bantahan kepada kaum sekularis itu, dengan sebuah studi kasus Amerika di ambang kehancurannya sebagai kombinasi yang sangat efektif untuk membungkam mereka.

Allah memudahkan urusan kami. Setelah beberapa lama berjalan secara tidak normal, perusahaan tempat kami bekerja memutuskan melakukan PHK massal, di mana kami termasuk di dalam rombongan karyawan yang harus diberhentikan. Tidak berlama-lama tinggal di Jakarta, kami memutuskan untuk kembali ke kampung halaman di kota Solo, dan pada November 2004 kami siap memulai penulisan buku. Setelah itu “kebetulan” demi “kebetulan” pun datang, terkadang dengan sangat menakjubkan. Awalnya menimbulkan rasa khawatir, apakah hal itu benar-benar karunia Allah atau cuma tipuan syaitan? Seseorang harus selalu waspada dan memohon perlindungan kepada Allah terhadap tipuan-tipuan syaitan yang terkutuk itu. Tetapi seorang kenalan menenangkan hati kami, bahwa itu adalah hal yang lumrah bagi mereka yang berusaha membela Sunnah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Barangkali ini perwujudan dari firman Allah,

“Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya.” (QS. Al-Hajj: 40)

Kami patut berterima kasih kepada Perpustakaan Pusat Universitas Muhammadiyah Surakarta di mana kami mengambil manfaat yang banyak dari keberadaannya. Jika seseorang mengira bahwa kami mengumpulkan rujukan yang sedemikian banyak itu dengan susah payah, memilah-milah, membacanya satu persatu, maka mereka keliru. Buku-buku dan segenap rujukan itu seakan-akan telah dipersiapkan bagi kami.

Sebagai contoh sederhana, pada pagi hari kami datang ke perpustakaan, lalu mengambil tempat di sebuah meja baca. Rupanya seseorang yang mendahului kami meninggalkan buku begitu saja setelah membacanya. Secara iseng kami membacanya juga. Masya Allah, ini buku yang kami butuhkan!

Siang hari, sambil melepas lelah, kami duduk-duduk di tempat surat-surat kabar dan majalah disimpan, lalu secara acak mengambil sebuah koran dan membacanya. Masya Allah, tepat benar artikelnya, kami perlu mengutipnya.

Dalam satu kesempatan lain kami berjalan di lorong di antara dua rak buku. Pada salah satu rak, menyembul sebuah buku. Karena sering mengalami kejadian demi kejadian yang sepertinya telah “dipersiapkan,” maka kami pun menjadi terbiasa, lalu mengira bahwa buku itu sepertinya dipersiapkan buat kami. Kami mencomotnya begitu saja. Masya Allah, benar saja! Itu adalah buku tulisan Dr. Ahmad Zaki Yamani yang menjadi di antara rujukan Dr. Nurcholish Madjid dalam salah satu bukunya. Kami membacanya dengan antusias. Hmm, kini kami tahu bagaimana Dr. Madjid memanipulasi pembacanya!

Sejumlah buku yang tidak tersedia di perpustakaan, juga kami dapatkan dengan cara yang demikian mudah. Sebagai contoh, seorang teman sepulang dari bepergian membawakan buku The Clash of Civilization oleh Samuel Huntington hanya karena mengetahui kami senang membaca. Pada kenyataannya, memang hanya dengan cara demikian saja buku itu dapat kami peroleh. Penghasilan yang tidak berlebih tidak memungkinkan kami membeli buku-buku yang mahal.

Di waktu yang lain, ketika kami sedang berjalan di trotoar Jl. Slamet Riyadi Solo, tiba-tiba saja perut kami berulah. Hanya ada satu jalan, segera pergi ke toilet di gedung pertokoan di seberang jalan. Usai melepas hajat, begitu keluar dari koridor toilet, persis di depannya, kami melihat sebuah toko buku dengan etalase yang lebar menampilkan buku “Imam Mahdi; Dari Proses Gerakan Hingga Era Kebangkitan” dengan sangat jelas. Kami tahu itu buku Syi’ah. Jika terjadi di waktu yang lalu, kami pasti akan mengabaikannya begitu saja. Buat apa membeli buku yang isinya cuma dongeng dan kurafat? Tetapi kali itu kami masih menimbang-nimbang, lalu memutuskan untuk membeli. Sesampai di rumah buku segera kami baca tanpa henti. Sampai lebih dari 100 halaman isi buku, kami tidak menemukan sesuatu yang khusus kecuali dongengan-dongengan kaum Syi’ah. Ah… kali ini kami tertipu oleh perasaan kami sendiri. Oh… ternyata tidak! Pada halaman 154 mulai tersibak rahasia kaum Syi’ah. Hmm… rupanya mereka menyimpan obsesi mendirikan kekhalifahannya di Najaf, Irak. Waktunya hampir matang bagi mereka untuk merealisir obsesinya itu. Tepat benar momen kemunculan Ahmadinejad di Iran…

Sekali waktu kami mengalami masalah pada gigi, sehingga harus pergi ke dokter gigi. Dokter melakukan tambalan dengan cekatan, lalu kami pulang. Sesampai di rumah, kami memainkan lidah kami pada tambalan gigi. Tidak dinyana, tambalan itu patah. Kami segera kembali ke dokter tersebut. Rupanya dokter tengah menangani pasien lain sehingga kami harus menunggu. Sambil menunggu kami pun membaca satu dari tumpukan surat kabar yang tergeletak di atas meja. Masya Allah, sebuah artikel yang sangat relevan dengan tema yang tengah kami tulis termuat di surat kabar tersebut. Inikah alasan kedatangan kami kembali ke dokter gigi, karena kami perlu mengutip isi surat kabat tersebut?  Wallahua’lam. Ketika menangani gigi kami kembali, dokter gigi mengatakan bahwa kasus ini adalah kasus pertama yang dialaminya sejak pertama kali ia membuka praktek puluhan tahun yang lalu. Sebelum pulang tak lupa kami meminta ijin kepada asisten dokter untuk meminjam surat kabar yang sudah kami tandai.

Ketika mulai menulis kami sadar, bahwa kami perlu memiliki rujukan sumber-sumber yang sah di dalam agama Islam. Terjemahan Al-Qur’an praktis telah menemani kami sejak lama. Kitab-kitab hadits? Kami hanya punya kitab-kitab dari dua ahli hadits yang paling terkemuka, Bukhari dan Muslim. Bukan sekedar memerlukan kitab dari para ahli hadits lain, kami juga memerlukannya dalam bentuk terjemahan di dalam bahasa Indonesia, karena kami tak mampu berbahasa Arab! Selain itu, ia juga harus sudah diteliti sebagai hadits-hadits yang sah untuk digunakan sebagai rujukan. Kami mengetahui resiko menyebarkan hadits-hadits yang tidak sah. Di perpusatakaan tersedia kitab-kitab Silsilah Hadits-hadits Shahih oleh Syaikh Albani. Tetapi ketika itu kitab-kitab tersebut belum semuanya selesai diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Apa akal?

Kami pergi melihat-lihat ke toko-toko kecil di kompleks Stadion Sriwedari. Di sebuah toko buku kami menemukan terjemahan buku Al-Jami’us Shaghier oleh Imam As-Suyuthi. Buku yang merupakan kumpulan hadits-hadits dari para ahli hadits itu dicetak dalam lima jilid dan telah diperiksa ulang oleh Syaikh Albani. Agaknya ini akan memadai sebagai rujukan. Akan tetapi, setelah menghitung total harganya, kami menjadi ragu. Jika kami jadi membelinya, apakah akan tersisa cukup uang untuk bulan itu, sementara kami tidak berpenghasilan, dan menyandarkan pada cicilan orang yang berutang pada kami, di mana besarnya cicilan seringkali harus disesuaikan dengan kemampuan si pengutang? Kami berjalan menjauh dari toko tersebut hingga kira-kira 100 meter, lalu berhenti untuk merenungkan apa yang harus kami lakukan. Tiba-tiba saja dari arah yang berlawanan datang seorang, yang sering kami temui di masjid tetapi tidak pernah benar-benar mengenalnya, menghampiri kami bersama sepedanya. Ia mengatakan, “Pak, mari saya antarkan ke toko buku!” Kami segera memahami isyarat ini. Kami memutuskan membeli buku tersebut. Dan memang, buku itu menjadi andalan kami dalam merujuk hadits-hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam.

Dalam menulis terkadang kami menemukan kesulitan untuk memahami makna sebuah hadits. Terkadang hadits itu mempunyai makna yang sangat jelas dari bentuk lahirnya, terkadang memerlukan perenungan untuk memahaminya. Kami tahu, sebagian dari hadits-hadits tersebut telah ditafsirkan oleh para ulama terdahulu, dan sepanjang ia masih berada dalam bahasa Arab, maka kami terhalang untuk mencapai penjelasan para ulama itu. Misalnya adalah pada hadits berikut ini,

“Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda (yang artinya), ‘Hitunglah enam hal menjelang terjadinya Kiamat...” (lantas beliau menyebutkan di antaranya): ‘Kemudian perdamaian antara kalian dengan Bani Ashfar (Romawi), lantas mereka mengkhianati kalian, mereka menyerang kalian di bawah delapan puluh bendera, setiap bendera membawahi dua belas ribu tentara.’” (HR.  Bukhari dari Malik bin ‘Auf al-Asyja’i)

Apa arti dari “delapan puluh bendera”? Barangkali ia sekedar bermakna jumlah kelompok pasukan yang masing-masing berjumlah dua belas ribu tentara. Tetapi barangkali juga bermakna lain. Kami tahu, Kitab Fath ul-Bari yang berisi penjelasan Kitab Shahih Bukhari oleh Imam Ibnu Hajar al-Asqalani telah mulai diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi proses penerjemahannya ketika itu masih jauh dari menyentuh hadits-hadits tentang akhir zaman seperti di atas. Sambil merenungi hadits di atas, entah bagaimana, tiba-tiba kami tergerak untuk membaca buku Global Paradox karya John Naisbitt yang tersimpan di rak buku kami. Baru membaca dua halaman, kami menemukan kalimat,

“Freddie Heineken, seorang raja bir Belanda, telah menimbulkan kegemparan ketika ia mengusulkan dibentuknya sebuah aliansi Eropa yang terdiri dari 75 negara, dengan masing-masing negara berpenduduk antara lima hingga 10 juta jiwa sesuai dengan latar belakang etnis dan bahasanya.

Seakan-akan Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah membenarkan pendapat Heineken di atas. Maka jika Archimedes berteriak, “Eureka!” ketika menemukan hukum alamnya, kami berteriak, “Allahu Akbar! Kami tahu.. kami tahu…bendera itu mencerminkan banyaknya negara peserta dalam kontingen pasukan Eropa.” Jumlah negara di Eropa saat ini ada sekitar 40 buah. Maka dapat disimpulkan, bahwa sejumlah negara di Eropa akan terpecah-belah menjadi banyak negara! Agaknya Eropa akan mencapai titik setimbang baru, dihuni oleh penduduk dari kurang-lebih 75 negara berdaulat. Barangkali tambahan anggota kontingen akan datang dari Australia, Republik Texas, serta negara-negara bagian Amerika lainnya yang telah memisahkan diri, hingga genap menjadi 80 negara. Wallahua’lam.

Akan tetapi, hal yang paling membekas di dalam hati adalah ketika kami membaca buku Islam di Andalusia, Sejarah Kebangkitan dan Keruntuhannya oleh Ahmad Thomson & Muhammad ‘Ata ‘Ur Rahim. Seakan-akan menyimpan suatu isyarat, buku tersebut terbit bertepatan dengan kejadian bencana tsunami di Aceh pada Desember 2004. Buku tersebut menceritakan musnahnya kaum Muslimin Granada. Beberapa tahun sebelumnya, mereka mengalami bencana yang penuturannya sangat mirip dengan bencana tsunami Aceh yang kita saksikan di layar televisi, yang secara kolektif ditafsirkan oleh rakyat Granada sebagai isyarat dari langit akan kehancuran mereka. Ternyata kehancuran benar-benar menimpa mereka, hampir tidak menyisakan seorang Muslim pun di tanah Andalusia. Usai membaca buku itu kami terus bertanya-tanya dalam hati, apakah kaum Muslimin di negeri ini akan mengalami nasib yang serupa, sementara kami mampu menemukan kemiripan faktor penghancurnya dari kedua negeri yang berbeda secara geografis dan zaman tersebut? Pertanyan itu masih menyertai kami hingga hari ini.

Selama masa penulisan hingga suatu waktu, ada satu hal yang selalu datang dan pergi, tak pernah benar-benar hilang, yaitu perasaan bahwa tidak selayaknya kami menulis buku ini. Kami tak mampu berbahasa Arab, sementara buku ini menyangkut urusan agama. Jika perasaan ini datang, ingin rasanya kami menghentikan pekerjaan ini. Inilah keragu-raguan yang dihembus-hembuskan oleh syaitan yang terkutuk itu.

Akhirnya Allah menolong kami mengatasi masalah ini melalui suatu peristiwa. Kami mengetik tulisan pada sebuah laptop tua yang seringkali bermasalah. Suatu kali situasinya telah sedemikian rupa parahnya sehingga akhirnya kami memutuskan untuk pergi ke toko komputer agar semua isi hard disk dapat dipindahkan ke diskette, lalu melalui diskette itu kami mentransfer semua file ke sebuah komputer desktop tua. Teknisi komputer berjanji menuntaskan pekerjaan dalam dua hari. Ketika kami bertemu dengan teknisi tersebut pada hari yang dijanjikan, ia mengatakan bahwa ia belum dapat menyelamatkan satu buah file pun, bahkan ia mengatakan bahwa kondisi hard disk sudah sedemikian rapuh, sehingga ia khawatir tak ada file yang dapat diselamatkan. Apa? Buah pekerjaan selama berbulan-bulan dan segenap file lainnya lenyap begitu saja? Teknisi komputer berjanji mencoba lagi hingga dua hari ke depan. Dengan langkah gontai kami berjalan pulang ke rumah.

Jadi, apakah arti dari semua “kebetulan” yang kami alami selama ini? Halusinasi? Ge-eR? Tipu daya syaitan? Tetapi, tiba-tiba terbersit dalam pikiran kami, bukankah ini kesempatan untuk menghilangkan segala keragu-raguan yang menghinggapi kami selama ini? Sesampai di rumah, kami segera berwudhu, lalu sholat dua rakaat. Kemudian kami berdoa, “Wahai Allah, seandainya tulisan yang tengah kami kerjakan ini bermanfaat bagi kaum Muslimin, maka selamatkanlah. Akan tetapi, bila tidak, maka hancurkanlah, agar kami tidak lagi berada dalam keragu-raguan.” Seandainya file itu benar-benar hancur, sekurang-kurangnya kami dapat mengambil pelajaran dari semua yang telah kami alami.

Dua hari kemudian kami kembali bertemu dengan teknisi komputer itu. Sambil menyerahkan sebuah diskette, ia mengatakan hanya ada satu file yang dapat diselamatkannya. Kami segera memeriksa. Ternyata, ya hanya file tulisan kami itu yang selamat! Alhamdulillah, Allah telah menolong kami. Sejak saat itu kami berusaha menuntaskan tulisan tersebut dengan perasaan mantap.

Ketika mulai menulis, kami tidak menentukan secara khusus buku-buku yang akan disanggah dari kaum sekularis itu. Semuanya adalah buku-buku yang Allah mudahkan bagi kami untuk mendapatkannya. Terkadang ia bertema teori evolusi, terkadang pemahaman sesat tentang Hari Kiamat, lain waktu tentang masalah-masalah tauhid, syariat Islam, pluralisme, dan lain-lain. Lalu mozaik-mozaik itu kami kumpulkan dalam bab-bab sesuai kesamaan temanya. Ternyata ada sepuluh bab, terdiri dari satu bab pendahuluan, delapan bab isi, dan satu bab penutup. Tanpa berbasa-basi, kami memutuskan mengisi bab pendahuluan dengan bantahan terhadap teori yang menjelaskan awal mula kehidupan, teori evolusi. Sedangkan pada bab penutup kami muat bantahan terhadap teori-teori oleh para ahli Astrofisika tentang Hari Kiamat. Di antara bab pendahuluan dan penutup kami muat bab-bab seperti tauhid, nama “Allah,” syariat Islam, dan tema-tema lain yang sering diangkat oleh kaum sekular. Struktur dari setiap bab selalu sama, kecuali pada bab pendahuluan dan penutup, diawali dengan kutipan dari buku-buku oleh para tokoh yang kami anggap urgen untuk dibantah, lalu dilanjutkan dengan tanggapan dari kami dan diskusi yang panjang.

Akhirnya, setelah bekerja selama kurang-lebih empat belas bulan, kami menuntaskan penulisan naskah tersebut pada awal Januari 2006. Naskah kami coba bawa kepada beberapa penerbit buku-buku Islam. Sayang sekali responnya kurang menggembirakan. Akan tetapi kami sadar, bahwa isi Bab IV yang kami beri judul “Modernitas dan Sekularisme” yang juga memuat studi kasus proses keruntuhan Amerika lebih menarik untuk diterbitkan ketimbang bab-bab lainnya. Maka secara selektif kami mengirimkannya ke beberapa penerbit. Penerbit Granada Mediatama yang mengkhususkan diri menerbitkan buku-buku akhir zaman merespon naskah kami, dan bersedia menerbitkan bab tersebut saja. Kami lalu memperbarui data-data untuk buku itu hingga Juli 2007 sebelum akhirnya diterbitkan pertama kali pada September 2007 dengan judul dari penerbit “Menanti Kehancuran Amerika & Eropa.” Ketika buku itu terbit, kami melihat terjadi begitu banyak kesalahan baik yang berupa penambahan-penambahan, pengurangan-pengurangan, maupun kesalahan-kesalahan yang bersifat teknis editing. Buku tersebut terasa kehilangan koherensinya.

Bagaimana pun juga, buku itu telah terbit dengan sebuah prediksi bahwa Amerika akan segera tumbang.  Di dalam buku tersebut kami telah membuat sebuah analogi, bahwa Presiden Amerika Serikat ketika itu, George W. Bush, adalah Fir’aun pada masa kini. Jika analogi ini benar, sebagaimana Fir’aun, maka akan terjadi “sesuatu” atas Bush atau Amerika sebelum ia turun tahta. Kepada beberapa kenalan kami mengatakan, bahwa jika tidak terjadi sesuatu pun yang signifikan atas Bush atau Amerika  pada periode kepemimpinannya, berarti kami telah keliru secara fundamental dalam tulisan kami, dan buku itu layak dibuang ke belakang punggung. Sebaliknya, jika benar terjadi sesuatu yang besar, maka boleh jadi rentetan peristiwa selanjutnya adalah seperti prediksi kami, paling tidak dalam garis besarnya.

Kami mengamati dengan seksama, bulan demi bulan. Akhirnya pada semester terakhir pemerintahan Bush,  terjadi sesuatu yang besar, bank investasi Lehman Brothers kolaps diikuti oleh gonjang-ganjing bursa-bursa saham di seluruh dunia. Dengan putus asa, di depan para wartawan, Bush mengatakan, “Seandainya saya dapat mengubah keadaan dengan menjentikkan jemari saya ini…” Sementara itu di sebuah stasiun televisi kami membaca berita, bahwa Bappenas tidak memprediksi terjadinya krisis global ini. Para staf Bappenas penyandang gelar Ph.D itu tidak perlu berkecil hati, karena guru-guru mereka di Inggris juga sama tidak tahunya, sehingga Ratu Elizabeth II perlu menyempatkan diri untuk bertanya kepada para cendekiawan Inggris, “Mengapa tak seorang pun yang mengetahui akan terjadinya musibah ini?” Segala puji bagi Allah yang telah membimbing kami untuk mengetahui situasi ini lebih awal dari kebanyakan orang.

Mulai bulan Mei 2009 keadaan berangsur-angsur terkendali, bursa-bursa saham dunia kembali menggeliat. Beberapa bulan kemudian para “pakar” mengatakan bahwa situasi yang terburuk telah lewat. Betapa mereka mudah sekali melupakan sejarah; betapa ucapan mereka pun juga mengulangi ucapan para pakar pada masa sebelumnya. Tidakkah mereka ingat, bahwa pada peristiwa Depresi Besar 1929 juga didahului periode gonjang-ganjing yang diikuti masa jeda, lalu gonjang-ganjing berlanjut selama sembilan tahun sebelum akhirnya meletus Perang Dunia II? Kami menduga, masa jeda kali ini adalah periode yang paling berbahaya dalam sejarah umat manusia! Wallahua’lam.

Perbedaan antara krisis global kali ini dengan krisis-krisis sebelumnya adalah, ia diperkirakan akan menjadi krisis global yang terakhir. Kita tengah memasuki fase menjelang kematian dari siklus hidup Kapitalisme. Kami telah menunjukkan dengan bukti dalil-dalil yang kuat baik dari Al-Qur’an maupun As-Sunnah, bahwa sebagai konsekuensi dari kematian Kapitalisme, yang ditandai dengan runtuhnya Amerika, adalah kembalinya Khilafah Islam. Kami pun juga telah mengamati keping-keping puzzle lainnya. Kesemuanya beringsut secara mantap menuju posisinya masing-masing, yang akan menjadi tanda telah dekatnya Hari Kiamat. Wallahua’lam.

Kami berkepentingan agar pembaca mengetahui naskah tulisan kami yang asli. Oleh karena itu, melengkapi analisis keadaan dunia setelah dua tahun terbitnya buku “Menanti…” kami sertakan juga studi kasus proses keruntuhan Amerika secara lengkap, termasuk bab khusus tentang Imam Mahdi yang tidak dimuat pada buku “Menanti...” (pada buku ini kami muat di dalam Bab III). Pada bagian akhir buku ini kami melengkapinya dengan jawaban atas pertanyaan yang sering diajukan kepada kami oleh para pembaca buku “Menanti…” Mereka bertanya, “Apa yang harus kita lakukan?” Atau, “Apa yang harus kita persiapkan?”

Kompilasi dari tulisan ini kami beri judul “Peringatan Terakhir Menjelang Keruntuhan Amerika.” 

Akhirnya, jika terdapat kebenaran di dalam tulisan kami, maka sesungguhnya ia datang dari Allah Yang Maha Benar, sedangkan kesalahan-kesalahan yang terjadi kami rasakan sebagai cerminan besarnya timbunan dosa kami.

Kepada Allah Yang Maha Pengampun kami memohon ampunan atas semua kesalahan yang terjadi di dalam tulisan ini, dan memohon agar memasukkan jerih-payah kami ini sebagai bagian dari jihad kami dalam membela agama-Nya yang lurus dan suci, sebagaimana firman-Nya (artinya),

“Maka janganlah kamu mengikuti orang-orang kafir, dan berjihadlah terhadap mereka dengan Al-Qur’an dengan jihad yang besar.” (QS. Al-Furqan: 52)

dan sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam (artinya),

“Sesungguhnya orang mukmin itu berjihad dengan pedang dan lisannya.” (HR. Ahmad, Thabaraani, Al-Kabir, dari Ka’ab bin Malik)

Solo, Januari 2010


Hamba yang dha’if,


Abu Laila Abdurrahman