Jumat, 24 September 2010

Rockefeller Mengungkapkan Kebohongan 11/9 kepada Aaron Russo

Berikut ini adalah wawancara bersama Aaron Russo, salah seorang selebriti Amerika, yang akan menuntaskan keraguan pembaca mengenai Tragedi WTC 11/9. Aaron menceritakan pertemanan dan perbincangannya dengan salah seorang anggota dinasti Rockefeller, yang menguak bahwa Tragedi WTC 11/9 benar-benar sebuah plot yang dimainkan oleh kelompok globalis dalam skenario panjang mereka guna menguasai dunia.



Transkrip :

Aaron Russo:

“Tujuan akhir yang ada di dalam benak orang-orang ini adalah menciptakan satu pemerintahan dunia, yang dijalankan oleh industri perbankan, oleh para bankir, di antaranya adalah membentuk mata uang bersama Eropa, euro, dan konstitusi Eropa, salah satu bagiannya; dan mereka sedang berusaha melakukannya di Amerika, Uni Amerika Utara; mereka berusaha menciptakan satu mata uang amero; dan agenda keseluruhannya adalah menciptakan pemerintahan dunia di mana setiap orang memiliki RFID (identitas berbasis gelombang radio) yang ditanamkan (disuntikkan) ke dalam tubuh orang. Semua (data mengenai) keuangannya akan berada di dalam chip itu; tidak ada uang kontan.”

“Ini saya peroleh langsung dari Nick Rockefeller, sebagai satu hal yang ingin mereka tuntaskan. Karena semua uang (digital) anda berada di dalam chip, mereka dapat mengambilnya berapa pun dan kapan pun mereka mau. Mereka katakan anda dipajak sekian banyak, lalu mereka memotongnya begitu saja. Pengendalian total! Kalau anda memprotes apa yang mereka lakukan, mereka dapat mematikan chip anda, dan anda tidak memperoleh apa-apa, tak bisa membeli makanan, tidak bisa melakukan apa pun; mereka mengendalikan masyarakat secara total (karena semua transaksi dilakukan secara elektronik).”

“Mereka ingin satu pemerintahan dunia, dikendalikan oleh mereka, dikendalikan melalui chip; semua uang anda ada di dalam chip itu; lalu mereka mengendalikan chip itu, dan anda menjadi budak, pelayan orang-orang ini. Itulah tujuan mereka.”

(Pewawancara bertanya secara spesifik kepada Aaron tentang asal mula pertemanannya dengan Nick Rockefeller)

“Saya bertemu Nick Rockefeller melalui seorang penasihat hukum wanita kenalan saya. Ia menelponku bahwa salah seorang anggota keluarga Rockefeller ingin bertemu. Saya membuat video “Mad as Hell” dan tengah berkampanye untuk posisi Gubernur Nevada, dan ia menonton videonya dan ia ingin bertemu denganku. Jadi akhirnya saya bertemu dengannya. Saya menyukainya. Dia seorang yang sangat-sangat cerdas. Kami bercakap-cakap dan saling bertukar pikiran.”

“Dan ia adalah orang yang menceritakan kepada saya, sebelas bulan hingga setahun sebelum peristiwa 11/9 terjadi, bahwa akan ada ‘Kejadian Besar,’ dia tidak mengatakan kejadian itu apa. Lalu setelah ‘Kejadian Besar’ itu kita akan menyerang Afghanistan untuk memasang pipa minyak ke laut Kaspia; kita akan menyerang Irak untuk mengambilalih ladang minyaknya dan membangun pangkalan militer di Timur Tengah, dan menjadikannya bagian dari Tata Dunia Baru. Selanjutnya kita akan menumbangkan Chavez di Venezuela.”

“Dan selanjutnya terjadi ‘Kejadian 11/9,’ dan saya ingat bagaimana ia mengatakan bahwa saya akan melihat tentara-tentara pergi ke gua-gua di Afghanistan, Pakistan dan tempat-tempat lainnya (untuk mencari Usamah bin Ladin), dan akan ada Perang melawan Teror (‘War on Terror’), di mana tidak ada musuh yang nyata, di mana semuanya merupakan kebohongan besar, sebagai cara bagi pemerintah untuk mengambilalih (hak) rakyat Amerika.”

(Pewawancara: “Dia mengatakan kepada anda akan ada kebohongan ?”)

“O ya, ya, memang demikian. Perang melawan Teror. Menggelikan. Apa yang kita perangi? Apa anda kira yang terjadi setelah peristiwa 11/9? Tak ada kejadian-kejadian apa pun setelah itu.”

“Apa anda kira keamanan kita sedemikian buruk sehingga orang-orang yang melakukan 11/9 akan dapat menabrakkan pesawatnya lagi?”

“Peristiwa 11/9 dilakukan oleh orang-orang di dalam pemerintah kita dan sistem perbankan kita untuk melanggengkan ketakutan rakyat Amerika; untuk menundukkan dirinya terhadap apa pun yang diinginkan pemerintah.”

“Ini adalah kebohongan pertama. Kebohongan berikutnya adalah pergi ke Irak untuk mencari senjata pemusnah massal.”

(Pewawancara: “Secara spesifik, jadi Nick Rockefeller, dan ia seorang ahli hukum, enam tahun yang lalu, sebelas bulan hingga setahun sebelum peristiwa 11/9, mengatakan kepada anda bahwa akan ada ‘Kejadian Besar,’ lalu Perang melawan Teror, dan seterusnya?”)

“Betul! Dan para analis memperhatikannya, tak ada musuh yang nyata, sehingga tidak ada yang dapat mendifinisikan pemenangnya, sehingga perang ini dapat terus dilanjutkan sesukanya untuk menakut-nakuti rakyat Amerika.”

“Lihatlah, Perang melawan Teror ini adalah suatu tipuan. Sulit untuk mengatakannya secara terang-terangan. Rakyat Amerika ditakut-takuti untuk tidak mengatakannya .”

“Kalau perang di Irak, kita menyerang mereka, ada pertempuran. Sedangkan Perang melawan Teror adalah lelucon. Jadi siapa yang bertanggung jawab terhadap 11/9 adalah mereka yang bertanggung jawab terhadap Perang melawan Teror, yaitu dari mana ide itu berasal. Sampai kita mengetahui hal yang sebenarnya tentang 11/9, kita tidak akan mengetahui tentang Perang melawan Teror.”

(Pewawancara mengkonfirmasikan bahwa Nick Rockefeller pernah menawarkan bahwa jika Aaron bersedia bergabung ke dalam kelompoknya, chipnya nanti akan mendapat perlakuan khusus, tidak dimata-matai)

Aaron Russo menceritakan dialognya dengan Nickolas Rockefeller:

“Bagaimana pun juga, ingat, bahwa kami berteman; dia sering berkunjung ke rumahku, makan malam bersama, ngobrol, dan dia menceritakan kepada saya tentang investasi-investasi bisnis, dan menawarkan kepada saya untuk bergabung di Council on Foreign Relations (CFR).

Saya katakan, “Saya belum pernah melakukannya; saya menyadari dari mana saya berasal. Sebagaimana saya menyukaimu, Nick, jalanmu dan jalanku benar-benar sangat bertolak belakang. Saya tidak percaya dengan perbudakan.”

Nick menjawab dengan dingin, “Apa pedulimu dengan orang-orang itu? Pikirkan tentang diri dan keluargamu sendiri sebaik-baiknya. Mereka tidak ada artinya. Mereka hanyalah pelayan.”

Ia tidak memiliki kepedulian kepada orang-orang. Itu bukan kepribadianku. Saya merasa menggigil.

Saya katakan, “Apa arti dari semua ini? Engkau mempunyai uang yang engkau butuhkan di dunia ini, engkau memiliki kekuasaan yang engkau butuhkan, apa masalahnya, apa tujuan akhirnya?”

Katanya, “Tujuan akhirnya adalah memasang chip pada setiap orang, untuk mengendalikan seluruh masyarakat, agar para bankir dan kelompok elitlah yang mengendalikan dunia. “

Saya tanya, “Apakah orang-orang di CFR melakukan seperti yang engkau lakukan?”

Dia menjawab, “Oh tidak! Sebagian besar mereka punya pandangan bahwa dunia akan lebih baik jika lebih sosialistis. Kita harus meyakinkan orang-orang bahwa sosialisme sudah menjadi kapitalisme. Apa masalahnya jika negara kapitalis telah menjadi sosialis seperti sekarang?”

Satu hal yang ia ceritakan kepadaku adalah tentang gerakan pembebasaan wanita (women’s liberation). Saya katakan bahwa saya mempunyai pandangan yang konvensional bahwa wanita mempunyai hak untuk bekerja dengan pendapatan yang setara dengan pria, seperti halnya hak mereka yang sama untuk memilih (dalam pemilu).

Lalu dia mulai tertawa dan mengatakan, “Engkau idiot!”

Saya katakan, “Mengapa saya dianggap idiot?”

Katanya, “Saya ceritakan ya! Kami dari Rockefellerlah yang mendanai women’s lib, semua yang ditemukan di koran-koran dan televisi, itu kami yang mendanainya. Dan engkau tahu mengapa? Karena dua alasan utama. Pertama, kita tidak dapat mengenakan pajak kepada populasi ini (kaum wanita) sebelum women’s lib (dan sekarang mereka bisa kami kenakan pajak melalui pemerintah). Kedua, karena para wanita pergi bekerja, kita dapat mengurangi jumlah anak mereka, sehingga mengurangi jumlah penduduk, dan anak-anak mereka masuk ke sekolah lebih awal, sehingga kami melalui negara mengambil alih peran para ibu ini dalam mendidik (mengindoktrinasi) anak-anaknya.”

Komentar akhir Russo:

“Ketika saya mengetahui kedua hal ini, awalnya saya merasa itu adalah hal yang baik. Tetapi ketika saya melihat maksud di belakangnya, saya melihat kejahatan! Maka apa yang semula terlihat sebagai hal yang bermartabat, kini saya melihat ada niat jahat di belakangnya.”

Akhir dari wawancara.

Kami katakan, bahwa apa yang telah kita saksikan di panggung politik dunia selama beberapa dekade terakhir ini adalah babak demi babak dari sebuah skenario panjang menuju penguasaan dunia yang dimainkan oleh, jika kita telusuri lebih jauh, dua dinasti rentenir yang paling serakah, Rothschild dan Rockefeller, beserta para sejawatnya dengan menggunakan segenap instrumen yang mereka kuasai: Pemerintahan negara-negara Barat, IMF, Bank Dunia, WTO, PBB, dan badan-badan sejenis lainnya.

Yang tidak mereka ketahui, bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala juga mempunyai “permainan” yang akan menggulung permainan mereka. Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman (artinya),

“Sesungguhnya orang-orang kafir itu merencanakan tipu daya yang jahat dengan sebenar-benarnya. Dan Aku pun membuat rencana yang sebenar-benarnya. Karena itu, beri tangguhlah orang-orang kafir itu, yaitu beri tangguhlah mereka barang sebentar.” (QS. Ath-Thaariq: 15-16)

Orang-orang kafir itu tidak menyadari bahwa perbuatan mereka itu adalah bagian dari “skenario” yang telah diatur dari atas langit sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman (artinya),

“Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (QS. Ash-Shaffat: 96)

Tipu daya orang-orang kafir itu insya Allah akan segera berakhir.

Wallahua'lam

Jumat, 17 September 2010

Tragedi WTC 11/9 dan Perang Afghanistan (II)

Kronologis Perang Afghanistan adalah sebagaimana yang diuraikan oleh Prof. Marc W. Herold dalam suatu kuliah umum di Institut Teknologi Massachussetts (MIT) pada Agustus 2010 (situs Global Research, The American Occupation of Afghanistan and the Birth of a National Liberation Movement).

  • Taliban memasuki Kabul pada 27 September 1996 dengan dukungan kuat dinas intelijen Pakistan (Inter Services Intelligence, ISI), mewarisi sebuah negeri yang hancur dan terkoyak-koyak akibat perang di antara faksi mujahidin selama enam tahun setelah Uni Soviet keluar dari Afghanistan.
  • Usamah bin Ladin beserta 180 orang pengikutnya tiba di Afghanistan pada Mei 1996 setelah diminta keluar dari Sudan atas tekanan Amerika. Pada awalnya Usamah menetap di wilayah Jalalabad, di luar wilayah kekuasaan Taliban. Akan tetapi, pada September 1996 setelah Taliban menguasai ibu kota Kabul dan mengendalikan sebagian besar negeri, Usamah bin Ladin menjadi tamu Taliban.
  • Setelah merasa aman di tempat barunya, Usamah mulai berbicara tentang penyerangan terhadap target-target militer Barat di Semenanjung Arabia. Pada Agustus 1996 ia mengeluarkan fatwa tentang pendudukan ‘Amerika atas Negeri Dua Kota Suci.’ Di antara buah dari fatwa itu adalah penyerangan terhadap kedubes Amerika di Afrika Timur pada 1998.
  • Pada 11 September 2001 terjadi Tragedi WTC. Ini lalu dijadikan kaum neo-konservatif Amerika sebagai dalih dan starting point guna menerapkan agenda neo-konservatif’Project for a New American Century’ (PNAC); hegemoni unilateral Amerika atas dunia. Usulan kompromi oleh Taliban tidak digubris, dan serangan udara dimulai pada Oktober 2001.
  • Serangan udara Amerika pada Oktober-November-Desember 2001 telah menewaskan kira-kira 3000 orang warga sipil Afghanistan dan menghancurkan infrastruktur di seluruh pedesaan Afghanistan. Rakyat Afghanistan mulai merasakan bahwa pasukan asing bermaksud meneror negeri mereka.
  • Terjadi pertempuran yang menentukan di bagian utara Afghanistan selama Oktober-November 2001 antara Amerika dan Taliban dengan tingkat kecanggihan teknologi masing-masing pihak yang sangat tidak sebanding. Taliban dengan cepat kehilangan wilayah kekuasaannya. Mullah Umar mundur ke pegunungan di sebelah utara Kandahar pada 8 Desember 2001, sementara Usamah bin Ladin beserta kelompoknya bergerak ke pegunungan Tora Bora dan menghilang. Kemenangan yang cepat Amerika atas Taliban membutakan mata para pemimpin Amerika, yang pada akhirnya secara perlahan-lahan memberikan jalan bagi kekalahan Amerika.
  • Secara perlahan-lahan Taliban mulai mengorganisir diri dan aktif kembali pada 2002-2004. Taliban segera melancarkan perang asimetri dengan modal utama bom yang ditanam di jalan-jalan dan pengebom bunuh diri. Menjelang 2004, dapat disebut sebagai “Kembalinya Taliban” dengan tujuan membebaskan Afghanistan dari penjajahan asing. Gerakan ini akhirnya menjadi gerakan pembebasan nasional Afghanistan.

Cara-cara yang digunakan pasukan Amerika di Afghanistan telah mempercepat tumbuhnya gerakan perlawanan nasional rakyat Afghanistan terhadap tentara pendudukan, di antaranya: (1) pelanggaran terhadap kesucian rumah penduduk Afghanistan oleh operasi-operasi “cari dan hancurkan” pasukan darat Amerika; (2) secara terbuka menghina Al-Qur’an; (3) perlakuan yang menghinakan terhadap kaum wanita Afghanistan; (4) menahan dan menyiksa anggota-anggota keluarga Afghanistan; (5) operasi-operasi pembunuhan rahasia oleh pasukan khusus Amerika; (6) banyaknya warga sipil yang menjadi korban, dan secara sistematis memberi mereka label “gerilyawan” atau “Taliban.”

Secara perlahan tapi pasti, situasi di Afghanistan mengulangi situasi pada era Perang Vietnam. Bertambahnya korban sipil warga Afghanistan semakin meningkatkan kemarahan dan perlawanan warga Afghanistan terhadap pasukan pendudukan, dan selanjutnya semakin menambah jumlah pasukan perlawanan Afghanistan (setiap satu korban warga sipil akan menambah jumlah gerilyawan menjadi tiga orang), lalu serangan terhadap pasukan pendudukan menjadi semakin gencar, dan jumlah korban tentara pendudukan pun semakin bertambah. Semakin tingginya korban di pihak pasukan pendudukan membuat semakin meningkatnya penolakan warga negara pasukan pendudukan terhadap keterlibatan negara mereka di Perang Afghanistan.

Di lain pihak, jika tentara pendudukan ditambah jumlahnya, ini akan semakin menambah jumlah korban warga sipil, lalu siklus di atas akan terus berlanjut. Pasukan pendudukan ini selalu keliru dalam menentukan target operasinya; warga sipil selalu menjadi korban. Bagaimana hal ini bisa terjadi?

Penjelasannya dapat ditemukan dalam suatu analisis terhadap Perang Afghanistan yang diberikan oleh Jend. (purn.) Hamid Gul, mantan kepala dinas intelejen Pakistan, ISI, pada periode 1987-1989 dalam suatu wawancara oleh Guns and Butter melalui Radio KPFA pada 8 September 2010 yang diberi judul, “Why America Cannot Win In Afghanistan” (Mengapa Amerika Tidak Dapat Memenangkan Perang di Afghanistan). Pemahamannya terhadap Perang Afghanistan sangatlah komprehensif dan mendalam, sehingga ia pun tidak ragu menantang para petinggi militer Amerika untuk menyanggah analisisnya. Akan tetapi, dalam kesempatan ini kami hanya ingin mengutip penjelasannya untuk menjawab pertanyaan di atas.

Kesulitan bagi setiap agresor yang hendak menduduki Afghanistan adalah pada luasnya wilayah negara itu, jauhnya jarak di antara kota-kotanya, serta kondisi geografisnya yang sangat sulit dijejaki. Padahal, jalur komunikasi darat, baik ke dalam maupun keluar Afghanistan, sangatlah memegang peranan dalam keberlanjutan pendudukan Afghanistan oleh pasukan asing. Akan tetapi, justru inilah yang tidak dimiliki pasukan pendudukan Amerika/NATO. Jalur komunikasi mereka jauh dari aman. Setiap suplai logistik yang dikirim dari luar Afghanistan melalui jalur darat selalu berada dalam bayang-bayang penyergapan para gerilyawan. Pasukan pendudukan juga tidak memiliki sekutu di antara rakyat Afghanistan (suku Pashtun) yang dapat mengamankan jalur komunikasi daratnya.

Tiadanya simpati dari rakyat Afghanistan dalam perang ini karena mereka merasa telah dizalimi; mereka harus menanggung akibat dari suatu perbuatan yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan mereka. Oleh karena itu pasukan pendudukan kesulitan untuk mendapatkan informasi yang akurat dan terpercaya bagi operasi-operasi militernya, dan lebih mengandalkan pada sadapan-sadapan elektronik melalui satelit mata-mata dan piranti elektronik lainnya. Walhasil, setiap informasi yang diperoleh sama sekali tidak dapat diandalkan; setiap kali operasi militer dilakukan atas dasar sebuah informasi, selalu berbuah blunder.

Setelah membuat padanan antara Perang Afghanistan kali ini dengan Perang Vietnam, Jendral Hamid Gul berkesimpulan, seandainya pasukan pendudukan Amerika/NATO meningkatkan jumlah tentaranya menjadi sepuluh kali lipat, mereka juga tidak akan dapat mengalahkan Taliban! Ia juga tak lupa menyatakan, bahwa saat ini telah berdatangan para mujahidin dari segenap penjuru negeri-negeri Muslim untuk memerangi pasukan pendudukan Amerika/NATO.

Pengamatannya bahwa para mujahidin telah berdatangan kembali dari segenap negeri-negeri Muslim selaras dengan laporan kantor berita Al-Jazeera pada 7 Januari 2010 berjudul, “Taliban groups continue to grow” (Kelompok Taliban Terus Bertumbuh). Dilaporkan bahwa para mujahidin yang menyebut dirinya “salafi” berdatangan ke Afghanistan untuk melawan tentara pendudukan Amerika/NATO. Ternyata para salafiyun itu telah kembali ke medan jihad! Dengan rendah hati mereka mengatakan, bahwa mereka berjuang di bawah komando Taliban Afghanistan, sebagai penghormatan kepada tuan rumah.

Barangkali tidak banyak di antara kaum Muslimin yang melihat kedatangan para salafiyyun itu sebagai suatu tanda dari langit, bahwa Perang Afghanistan insya Allah tak lama lagi akan usai dengan keluarnya pasukan pendudukan secara sangat terhina. Sesungguhnya Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda (artinya),

"Akan datang kepada manusia suatu zaman yang ketika itu ada sekelompok orang yang berperang lalu orang-orang bertanya kepada mereka; "Apakah di antara kalian ada orang yang bersahabat (mendampingi) dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?". Kelompok itu menjawab; "Ya, ada". Maka mereka diberi kemenangan. Kemudian akan datang lagi kepada manusia suatu zaman yang ketika itu ada sekelompok orang yang berperang lalu ditanyakan kepada mereka; "Apakah di antara kalian ada orang yang bershahabat dengan shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?". Mereka menjawab; "Ya, ada". Maka mereka diberi kemenangan. Kemudian akan datang lagi kepada manusia suatu zaman yang ketika itu ada sekelompok orang yang berperang lalu ditanyakan kepada mereka; "Apakah di antara kalian ada orang yang bershahabat dengan orang yang bershahabat dengan shahabat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam?". Mereka menjawab; "Ya, ada". Maka mereka diberi kemenangan". (HR. Bukhari dan Muslim dari Abu Sa’id Al-Khudriy)

Para salafiyyun itu adalah orang-orang yang mendasarkan pemahaman agamanya dengan mengikuti pemahaman para Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam. Jadi, pada hakekatnya, mereka bersahabat dengan para Sahabat Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wasallam yang mulia itu. Maka mereka berhak atas pertolongan Allah! Insya Allah kemenangan akan diraih dalam waktu yang tak terlalu lama lagi.

Maka herankah kita dengan berita-berita semacam yang berikut ini?

Harian Telegraph, Inggris, tertanggal 2 Agustus 2010 memuat berita berjudul, “Afghanistan is an unwinnable war, and our leaders know it” (Afghanistan adalah perang yang tak dapat dimenangkan, dan para pemimpin kita mengetahuinya).

Harian Toronto Sun yang terbit di Kanada memuat berita pada 14 September berjudul, “Bombshell from London” (Kejutan dari London). Diberitakan bahwa organisasi kelompok para pemikir yang terkenal, International Institute for Strategic Studies (IISS) telah membuat laporan yang eksplosif, yang mengguncangkan Amerika dan sekutu NATOnya. Laporan itu menyebutkan bahwa misi yang dipimpin Amerika di Afghanistan itu telah digelembungkan secara tidak proporsional dari misi semula, yaitu mengalahkan Al-Qaida. Perang tersebut, dengan menggunakan kalimat yang telanjang, merupakan “malapetaka yang berkepanjangan.”

Harian tersebut mengakhiri laporannya dengan kalimat, “Kebenaran mengenai Irak dan Afghanistan akhirnya muncul. Afghanistan mungkin akan terbukti lagi sebagai ‘kuburan para imperium.’”



Wallahua’lam

Jumat, 10 September 2010

Tragedi WTC 11/9 dan Perang Afghanistan (I)


Pada 11 September 2001 terjadi sebuah tragedi, dua pesawat sipil yang dibajak secara berurutan menabrak gedung kembar WTC, New York, meruntuhkan kedua gedung kembar tersebut, dan…..satu gedung lainnya, Gedung 7. Juga terjadi upaya penabrakan terhadap markas hankam Amerika, Pentagon. Laporan resmi menyatakan bahwa timbul korban lebih dari 3000 orang. Tragedi WTC 11/9 lalu dijadikan alasan bagi Amerika, setelah mendapat persetujuan PBB, untuk melakukan pembalasan, memerangi Afghanistan, sebuah negeri Muslim yang lemah dan miskin, dengan tuduhan telah menyembunyikan Usamah bin Ladin beserta kelompok Al-Qaida, dalang dari tragedi WTC 11/9.

Kita menyaksikan betapa geramnya rakyat Amerika terhadap ulah para "teroris" itu. Mereka terprovokasi oleh gambar runtuhnya gedung kembar itu yang secara terus-menerus ditayangkan oleh media-media elektronik Amerika. Oleh karena itu pemerintah Amerika tidak mengalami kesulitan untuk memobilisasi rakyatnya agar mendaftarkan diri menjadi sukarelawan Perang Afghanistan.

Amerika mengatakan bahwa mereka telah diserang. Dengan demikian ia berhak mendapat bantuan dari para sekutunya yang tergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara, NATO. Tak dapat menghindar, masing-masing negara anggota NATO pun menyumbang tentaranya guna mendukung misi balas dendam Amerika tersebut. Maka misi “Perang Melawan Teror” pun dikumandangkan.

Tetapi, tak urung, muncul suara-suara kritis dari sejumlah tokoh Amerika sendiri yang mempertanyakan validitas dari tuduhan pemerintah Amerika tersebut. Mereka melihat terdapat sejumlah kejanggalan yang sangat nyata pada momen demi momen dari kejadian tragis tersebut. Di luar Amerika sendiri tak kurang banyaknya pengamat yang menyatakan bahwa itu cuma sebuah muslihat yang dirancang oleh kalangan dalam intelejen Amerika sendiri guna memberikan dalih bagi Amerika untuk melancarkan perang yang telah lama mereka rencanakan, dengan cara menunggangi kelompok kaum Muslimin yang ekstrim dan naïf.

Pemerintah Amerika pun akhirnya membentuk sebuah komisi penyelidik guna mengetahui duduk persoalan yang sebenarnya. Akan tetapi laporan yang disusun oleh komisi penyelidik tersebut tidak memuaskan para kritikus, karena telah mengesampingkan sejumlah indikasi dan bukti yang bertolak-belakang dengan kesimpulan laporan tersebut, yang tentu sejalan dengan suara pemerintah. Akhirnya terjadi perang opini yang tak berkesudahan antara pihak yang pro pemerintah Amerika dan pihak yang menganggap telah terjadi konspirasi dalam tragedi ini. Yang patut dicatat di sini adalah banyaknya kalangan liberal Amerika yang biasanya kritis terhadap pemerintah Amerika, justru bersikap kritis, menolak, bahkan menertawakan teori konspirasi, seperti Prof. Noam Chomsky, Alexander Cockburn, Matt Taibbi, Matthew Rothschild, dan lain-lainnya. Mereka menganggap bermain dengan teori konspirasi itu tidak didasarkan pada argumentasi yang kuat, hanya menghabiskan waktu secara sia-sia belaka. Sementara itu, di pihak pembela teori konspirasi adalah Prof. David Ray Griffin yang bertindak sebagai koordinator.

Bertahun-tahun perang opini ini berlangsung dan akhirnya para pembela teori konspirasi memutuskan untuk memfokuskan strateginya dengan hanya mengekspos satu kejanggalan besar yang nampak pada peristiwa tersebut, lalu menjadikan sains sebagai hakim. Mereka memilih runtuhnya Gedung 7, yang sama sekali tak tersentuh pesawat sebagai sebuah kejanggalan besar, lalu meminta opini profesional dari sejumlah ilmuwan, arsitek, dan insinyur yang ternama di dalam dan di luar Amerika. Di antaranya adalah:

Sejumlah ilmuwan di antaranya:

  • Dr. A. K. Dewdney, profesor emeritus dalam bidang matematika dan fisika dari Universitas Western Ontario, Kanada.

  • Dr. Timothy E. Eastman, Konsultan, Plasmas International, Silver Spring, Maryland, Amerika Serikat.

  • Dr. Mark F. Fitzsimmons, dosen senior dalam bidang kimia organik, Universitas Plymouth, Inggris.

  • Dr. David L. Griscom, mantan ilmuwan peneliti bidang fisika pada Laboratorium Penelitian Angkatan Laut Amerika; penulis utama pada 100 makalah pada jurnal-jurnal ilmiah; anggota Masyarakat Fisika Amerika dan Asosiasi bagi Kemajuan Sains Amerika.

  • Dr. Jan Kjellman, ilmuwan peneliti dalam bidang fisika nuklir dan nanoteknologi, École Polytechnique Federale, Lausanne, Swiss.

  • Dr. Herbert G. Lebherz, profesor emeritus, Departmen Kimia, Universitas Negeri San Diego, California, Amerika Serikat.

  • Dr. Eric Leichtnam, profesor matematika dan fisika Universitas Paris, Perancis.

  • Dr. Terry Morrone, profesor emeritus, Departmen Fisika, Universitas Adelphi, New York, Amerika Serikat.

  • Dr. John D. Wyndham, mantan peneliti pada Institut Teknologi California.

Pada Januari 2007, arsitek Richard Gage, anggota American Institute of Architects (AIA) mempertanyakan keabsahan hasil penyelidikan komisi yang dibentuk pemerintah, lalu memulai gerakan pencarian kebenaran ‘Architects and Engineers for 9/11 Truth’ (Arsitek dan Insinyur bagi Kebenaran 9/11). Kini anggotanya yang mendukung gerakan tersebut telah melebihi 1200 orang. Di antaranya adalah:

Dari kalangan arsitek:

  • Daniel B. Barnum, anggota AIA ; pendiri Houston AIA Residential Architecture Committee.

  • Bertie McKinney Bonner, M. Arch; anggota AIA member; arsitek berlisensi di Pennsylvania.

  • David Paul Helpern, anggota AIA ; pendiri Helpern Architects.

  • Cynthia Howard, M. Arch; arsitek berlisensi di Maine dan Massachusetts; presiden terdahulu, AIA’s New England Chapter.

  • David A. Johnson, PhD, arsitek dan perencana kota yang dikenal luas secara internasional; mengetuai Departemen Perencanaan di Universitas Syracuse dan Universitas Ball; mantan presiden the Fulbright Association of the United States.

  • Kevin A. Kelly, anggota AIA; penulis buku “Problem Seeking: An Architectural Programming Primer,” yang telah menjadi buku teks standar.

  • Anne Lee, M. Arch, anggota AIA; arsitek berlisensi di Massachusetts.

  • Dr. David Leifer, koordinator Program Pasca Sarjana bidang Manajemen Fasilitas, Universitas Sydney, mantan profesor di Sekolah Arsitektur Mackintosh.

  • Paul Stevenson Oles, anggota AIA, di mana pada 1989 menyebutnya “dekan ilustrator arsitektural di Amerika”; di antara pendiri Masyarakat Perspektivis Arsitektural Amerika.

  • David A. Techau, B. Arch., MS; anggota AIA member; arsitek berlisensi di Hawaii.

Dari para insinyur:

  • John Edward Anderson, PhD; profesor emiritus, Teknik Mesin, Universitas Minnesota, Insinyur Profesional berlisensi (PE).

  • Robert Bowman, PhD; mantan kepala, Departemen Teknik Aeronautika, Institut Teknologi Angkatan Udara Amerika Serikat; direktur Pengembangan Program-program Ruang Angkasa Maju (“Star Wars”) di bawah Presiden Ford dan Carter.

  • Ronald H. Brookman, MS Eng; Insinyur Profesional Teknik Sipil dan Struktur berlisensi (PE) di California.

  • Dwain Deets, mantan Direktur Rekayasa Penelitian dan Proyek-proyek Ruang Angkasa, Pusat Penelitian Penerbangan Dryden NASA, yang memberinya penghargaan ‘Hadiah atas Pelaksanaan Tugas yang Luar Biasa. ‘

  • Joel Hirschhorn, PhD; mantan profesor, Teknik Metalurgi, Universitas Wisconsin, Madison; mantan anggota staf, Kantor Pengkajian Teknologi Kongres.

  • Richard F. Humenn, Insinyur Profesional berlisensi (pensiun); Insinyur Perencana Proyek senior, sistem kelistrikan World Trade Center.

  • Fadhil Al-Kazily, PhD; Insinyur Profesional Sipil berlisensi (PE).

  • Jack Keller, PhD; profesor emeritus, Teknik Sipil, Universitas Negeri Uta, Akademi Rekayasa Nasional; salah satu dari 50 nama paling terkemuka di dunia yang berkontribusi bagi sains dan teknologi yang memberi manfaat kepada masyarakat oleh majalah Scientific American.

  • Heikki Kurttila, PhD; Insinyur Keselamatan dan Analis Kecelakaan bagi Otoritas Teknologi Keselamatan Nasional Finlandia.

  • Ali Mojahid, PhD, Teknik Sipil dan Arsitektur; Insinyur Profesional berlisensi (PE).

  • Edward Munyak, Insinyur Teknik Mesin dan Perlindungan Kebakaran; mantan Insinyur Perlindungan Kebakaran untuk California dan Departemen Energi dan Pertahanan Amerika Serikat.

  • Kamal S. Obeid, MS, Insinyur Profesional Teknik Struktur dan Sipil berlisensi (PE).

Selain itu juga bermunculan gerakan-gerakan mencari kebenaran dari sejumlah bidang yang terkait, seperti “Petugas Pemadam Kebakaran bagi Kebenaran 11/9,” “Perwira Intelejen bagi Kebenaran 11/9,” “Tenaga Medis Profesional bagi Kebenaran 11/9,” “Pilot bagi Kebenaran 11/9,” “Panel Ilmiah Menyelidiki Sebelas-Sembilan,” dan “Veteran bagi Kebenaran 11/9.” Kesemua gerakan ini muncul sebagai reaksi atas hasil penyelidikan komisi bentukan pemerintah yang penuh kejanggalan.

Di antara hal yang paling menentukan, pendukung teori konspirasi meminta para pakar untuk melakukan penelitian di laboratorium-laboratoriumnya guna memastikan kandungan zat-zat di dalam serpihan Gedung 7. Para pakar itu lalu mengajukan laporan-laporan hasil penelitian mereka ke jurnal-jurnal sains yang terkemuka, di mana dimuat atau tidaknya hasil penelitian tersebut akan menentukan kredibilitas penelitian mereka. Kini laporan-laporan tersebut telah dapat dibaca pada jurnal-jurnal utama seperti The Open Civil Engineering Journal, The Environmentalist, The Open Chemical Physics Journal, American Society of Civil Engineers, dan Journal of Engineering Mechanics pada periode 2008 s/d 2010.

Segenap opini para ilmuwan dan profesional serta hasil penelitian di laboratorium mendukung kesimpulan bahwa runtuhnya Gedung 7 adalah akibat “controlled demolition” (peruntuhan terkendali). Konsekuensinya, kedua gedung kembar itu juga runtuh karena proses peruntuhan terkendali.

Sebagaimana diketahui, dalam jajak pendapat oleh Zogby pada 2006, diketahui bahwa 43% rakyat Amerika sama sekali tidak mengetahui bahwa Gedung 7 juga ikut runtuh bersama runtuhnya gedung kembar. Kini kubu pendukung teori konspirasi itu maju selangkah lagi: mereka ingin menggugah kesadaran bangsa Amerika akan kejahatan yang dilakukan sekelompok oknum pejabat Amerika atas rakyat Amerika. Mereka berkampanye melalui televisi dengan sebuah tema “Building what.” Maksudnya, mereka menyindir para pejabat pemerintah Amerika dan orang-orang yang memiliki otoritas dalam penyelidikan WTC 11/9 yang seringkali berpura-pura tidak paham jika ada yang menanyakan perihal Gedung 7. Mereka akan mengatakan, “Building what?” (Gedung apa?) Seolah-olah mereka baru mendengar keberadaan gedung tersebut!




Tragedi WTC 11/9 adalah sebuah konspirasi, tak ada urusannya dengan orang-orang naif semacam Usamah bin Ladin! Maka tak heran jika humas FBI mengatakan, “FBI tidak memiliki bukti kuat yang menghubungkan Usamah bin Ladin dengan 11/9.”

Sementara itu, Bill Cristison, mantan Direktur Kantor Regional dan Analisa Politik CIA, pada Agustus 2006 menulis dalam sebuah artikel berjudul “Stop Belittling the Theories About September 11” (Hentikan Meremehkan Teori-teori Tentang 11 September): “Setelah menghabiskan waktu selama lima tahun untuk meneliti teori konspirasi 11/9, saya menjadi percaya bahwa sebagian besar dari teori konspirasi 11/9 adalah benar, dan oleh karenanya sebagian besar dari ‘cerita resmi’ yang dikeluarkan oleh pemerintah Amerika dan Komisi Penyelidik 11/9 adalah tidak benar.”

Wallahu’alam