Kamis, 03 Februari 2011

Akan SEGERA Kembalinya Khilafah Islam



Ini adalah posting terakhir kami. Kini tinggal satu tema saja yang perlu kami bahas, yang insya Allah akan kami tuntaskan pada hari ini, yaitu konsekuensi dari runtuhnya Amerika Serikat.


Calon Pengganti Amerika Serikat

Para analis mengakui bahwa Amerika memang tengah mengalami kemunduran secara signifikan. Lalu sebagian dari mereka memperkirakan bahwa pada masa-masa mendatang, barangkali sekitar satu atau dua dekade lagi, Cina akan mengambil tempat yang diduduki Amerika saat ini. Kami menyanggah pandangan ini, karena sesungguhnya Amerika tidak sedang mengalami kemunduran/kemerosotan; yang sedang dialami Amerika saat ini adalah suatu proses keruntuhan. Jika proses kemunduran suatu imperium dapat memakan waktu beberapa dekade, maka proses keruntuhan akan berlangsung dengan sangat cepat. Jika tanda-tandanya sudah muncul, ia dapat berlangsung dalam beberapa bulan saja, jika bukan dalam beberapa minggu.

Cina sebagai negara dengan cadangan devisa tertinggi di dunia, tidak mempunyai cukup waktu untuk memindahkan secara cepat aset-asetnya yang berdenominasi US$ yang bernilai trilyunan dolar itu tanpa menimbulkan gejolak pada sistem moneter dunia. Selain itu, kemana pun ia memindahkan aset-asetnya itu, semuanya telah terkunci dalam suatu ikatan dengan dolar Amerika. Katakanlah ia memindahkan 50% dari devisa berdenominasi US$ ke Yen Jepang. Maka ketika Amerika runtuh, Jepang yang hidupnya mengandalkan pada ekspor barang-barang manufakturing ke Amerika tentu juga akan ikut runtuh, berikut nilai mata uangnya. Cina gigit jari. Lagi pula, negara mana pula yang tidak akan ikut guncang dengan runtuhnya Amerika? Keruntuhan Amerika adalah keruntuhan suatu peradaban yang dibangun di atas agama Kapitalisme, Demokrasi dan Nasionalisme. Keruntuhannya akan bersifat global.

Satu hal yang jarang dibicarakan orang, Cina dikepung oleh masalah lingkungan hidup yang sangat dahsyat; gurun Gobi meluas dengan kecepatan yang sangat menakutkan, yang mengancam kota-kota di Cina (sebagai contoh, perhatikan gambar di bawah ini). Negeri itu akan sangat disibukkan oleh masalah ini di waktu-waktu mendatang (sebuah hadits telah menyebutkan bahwa Cina akan dikalahkan oleh “pasir.” Betapa pun esensinya adalah benar, akan tetapi karena kami tidak mengetahui keabsahan hadits tersebut, kami urung untuk menampilkannya di sini). Jadi, peluang Cina untuk menggantikan Amerika adalah nol koma nol persen!

Pergiliran kekuasaan di antara imperium di dunia ini adalah suatu keniscayaan. Para ahli sejarah mengetahuinya, sebagaimana para ahli manajemen bisnis juga mengetahui bahwa setiap produk mempunyai siklus hidupnya sendiri-sendiri. Semuanya mengikuti ketetapan yang telah diatur dari atas langit.

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala telah berfirman (artinya),

“Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran), dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (QS. Ali ‘Imran: 140)

Lalu siapakah calon yang akan mengisi posisi yang akan segera lowong ini? Jawabannya tentu saja suatu kaum yang memiliki suatu sistem nilai tersendiri, yang unik, yang tidak ada hubungannya dengan sistem nilai (baca: agama) yang menjadi landasan dari peradaban yang sedang runtuh itu. Suatu sistem nilai yang dengan setia dan penuh kecintaan dipelihara dan diajarkan secara turun-temurun sejak generasi pertamanya, yang para pemeluknya dengan sabar menunggu waktu untuk dimunculkan kembali secara spektakular untuk terakhir kalinya. Kaum itu adalah kaum Muslimin! Tidak bisa lain!

Bahkan para ilmuwan Barat sekalipun, tanpa menutupi rasa khawatirnya, juga mengakuinya. Perhatikanlah, misalnya, pandangan Prof. Niall Ferguson, seorang ahli sejarah di Universitas Oxford (Inggris) dan Universitas Harvard (Amerika) di dalam sebuah ceramahnya yang dibawakannya dengan serius tapi santai pada Aspen Ideas Festival 2010, di Aspen, Colorado, di mana ia mengakui bahwa Khilafah Islam dapat muncul dari reruntuhan Amerika Serikat!

Sesungguhnya Khilafah Islam bukan hanya dapat muncul, melainkan PASTI akan muncul dengan izin Allah, dan waktunya pun sudah sangat dekat.

Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah bersabda (artinya),

“Masa kenabian telah terwujud di antara kalian sesuai dengen kehendak Allah. Kemudian Dia akan menghilangkannya sesuai dengan kehendak-Nya. Setelah itu ada khilafah yang berdiri di atas manhaj kenabian tersebut sesuai kehendak-Nya pula. Kemudian Dia akan menghapusnya juga sesuai dengan kehendak-Nya. Lalu ada kerajaan sesuai dengan kehendak-Nya. Setelah itu ada kerajaan/pemerintahan diktator yang berjalan sesuai dengan kehendak-Nya pula. Lalu Dia akan menghapusnya jika menghendaki untuk menghapusnya. Kemudian ada khilafah yang berdiri di atas manhaj kenabian. Kemudian Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam diam.” (HR. Ahmad dari Hudzaifah)

Sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam di atas adalah perwujudan dari janji Allah di dalam firman-Nya (artinya),

“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal shalih bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa.” (QS. An-Nuur: 55)


Model Keruntuhan dan Kebangkitan

Guna memudahkan analisis, kami akan menggambarkan proses keruntuhan dan proses kebangkitan melalui model yang disederhanakan berikut ini.

Berdasarkan model di atas, proses kemunculan Khilafah Islam telah dimulai sebelum Amerika bubar. Di manakah hal itu dapat ditunjukkan di dalam realita dunia Islam dewasa ini?

Perhatikanlah kembali hadits mengenai kembalinya Khilafah berbasis manhaj kenabian di atas! Hadits ini menyebutkan bahwa kaum Muslimin akan mengalami masa di bawah penguasa-penguasa yang kejam (diktator) sebelum muncul masa khilafah berbasis manhaj/metoda kenabian. Di antara masa kediktatoran dan masa khilafah itu akan ada masa transisi yang relatif singkat, yaitu masa penumbangan para diktator, guna meretas jalan bagi kembalinya khilafah. Masa itu telah dimulai sejak tumbangnya diktator-diktator Suharto, Saddam Husein, dan diktator-diktator di negeri-negeri Muslim eks Uni Soviet.

Maka ketika kini kita melihat bahwa tumbangnya para diktator semakin mendekat ke pusat Islam, sebagaimana yang terjadi saat ini di Afrika Utara, hal itu benar-benar memperlihatkan bahwa waktu bagi kembalinya Khilafah Islam telah semakin dekat. Negeri-negeri Muslim yang berada di dekat jantung Islam (Mekkah dan Madinah) akan mempunyai peranan yang lebih besar ketimbang negeri-negeri Muslim yang berada di pinggiran dunia Islam seperti Indonesia. Wallahua’lam.

Tunisia, misalnya. Di masa lalu, pada masa Perang Dunia II, Tunisia merupakan basis kekuatan Sekutu di bawah Jenderal Eisenhower (Amerika) dan Jenderal Montgomery (Inggris) guna merebut Italia dan membebaskannya dari cengkeraman kekuatan fasis Italia-Jerman. Lalu Sekutu menjadikan Italia sebagai salah satu front guna menjepit Nazi-Jerman di Eropa (front lainnya dibuka tak lama kemudian di Perancis dengan pendaratan tentara Sekutu di pantai Normandia). Tunisia adalah lokasi yang paling ideal untuk menyeberangkan pasukan Sekutu ke Italia. Penaklukan dilakukan secara bertahap, dengan pertama-tama merebut Pulau Sisilia, lalu dilanjutkan ke utara hingga sampai ke ibu kota Roma.

Di lain pihak, kita mengetahui sebuah hadits berkenaan nasib kota Roma di masa depan yang dekat (artinya),

“Kami bersama Abdullah bin Amru al-Ash. Beliau ditanya, ‘Kota mana yang akan ditaklukan terlebih dahulu, Konstantinopel atau Roma? Lalu Abdullah minta diambilkan kotak berisi cincin raja. Dari dalamnya beliau mengeluarkan sebuah kitab, dan berkata, ‘Pada saat kami menulis di sekeliling Rasulullah, tiba-tiba Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam ditanya, ‘Kota mana yang akan ditakluklan terlebih dahulu, Konstantinopel atau Roma?’ Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam menjawab, ‘Kota Heraklius akan ditaklukan terlebih dahulu.’ Maksud beliau, Konstantinopel.’” (HR. Ahmad, ad-Darimi, Ibn Abi Syaibah, dan al-Hakim dari Abu Qubail)

Maka, sukarkah bagi kita untuk membayangkan apa yang akan dilakukan Khalifah mendatang guna merealisasikan “perintah” Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam di atas? Tentu saja di antara tugas-tugas Khalifah adalah mengirim pasukan jihad untuk menaklukkan kota Roma. Maka pasukan jihad kaum Muslimin akan berkumpul di Tunisia sebelum menyeberang ke Pulau Sisilia. Dan insya Allah kaum Muslimin tidak membutuhkan waktu yang terlalu lama, tidak seperti pasukan Sekutu, guna menduduki kota Roma. Perbedaannya bukan saja pada motivasi (kaum Muslimin mencari jalan ke Surga lewat kota Roma, sementara pasukan Sekutu adalah serdadu gajian!), melainkan juga pada kondisi negara-negara Eropa itu sendiri. Pada masa depan yang dekat, Eropa, sebagaimana Amerika, adalah cerminan peradaban yang hancur, orang-orang berada di dalam keputusasaan, membuat jalannya penaklukan kota Roma menjadi lebih mudah, insya Allah.

Lalu cobalah perhatikan Mesir. Setiap orang akan mengakui peran vital yang dapat dimainkan Mesir dalam mengatur lalu lintas laut di Terusan Suez. Akan tetapi tetap saja peran terpentingnya adalah mengamankan jalur pergerakan pasukan dari pusat Khilafah menuju kota Roma. Jadi sepanjang jalur yang akan dilalui pasukan kaum Muslimin harus diamankan.

Perlu kami sampaikan, bahwa kami tidak sependapat dengan sejumlah penulis yang menjelaskan akan adanya penaklukan ke seluruh dunia oleh kaum Muslimin. Ini tidak mungkin! Pandangan kami didasarkan pada sabda Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berikut ini (artinya),

“Tanda-tanda Kiamat itu bagaikan manik-manik yang terangkai dalam satu benang. Jika benang itu putus, manik-manik itu akan saling berkejaran.” (HR. Hakim dari Anas bin Malik)

Hadits di atas telah menjelaskan, bahwa kaum Muslimin tidak mempunyai waktu seperti di masa lalu. Tanda-tanda besar Hari Kiamat berdatangan dengan cepat setelah kemunculan tanda-tanda besar yang awal, di antaranya adalah kembalinya khilafah itu. Maka penaklukan-penaklukan yang dilakukan lebih bersifat simbolis. Penaklukan kota Roma adalah simbol dari penghancuran terhadap penuhanan Yesus, yang sudah cukup untuk memberikan sinyal kepada seluruh dunia Barat, bahwa keyakinan mereka yang rusak itu telah dihancurkan, melengkapi hancurnya agama-agama sekular semacam Kapitalisme, Demokrasi, dan Nasionalisme. Tetapi menaklukkan wilayah-wilayah semacam Perancis, Inggris, Skandinavia, dan yang lain-lainnya? Tidak ada waktu dan tidak perlu, karena kehancuran peradaban mereka, sebagaimana telah terbukti pada abad XIV M, akan segera diikuti dengan munculnya berbagai macam wabah penyakit! Bahkan kaum Muslimin yang berdiam di negeri-negeri tersebut dapat menjadi korban. Oleh karena itu dalil-dalil yang dijadikan sandaran oleh sebagaian penulis itu kami kira telah terjadi di masa lalu, bukan di masa depan. Wallahua’lam.


Periode Menjelang Kembalinya Khilafah Islam

Proses demokratisasi terjadi di dunia Islam. Akan tetapi, sebagaimana telah dialami oleh kaum Muslimin Indonesia, mereka akan segera menyadari bahwa apa yang selama ini mereka impikan tidak dapat terwujud melalui demokrasi; demokrasi ternyata bukanlah wahana yang benar untuk mewujudkan harapan kaum Muslimin. Maka gejolak akan terus berlanjut di negeri-negeri Muslim sampai akhirnya terjadi suatu peristiwa di Arab Saudi sebagaimana dijelaskan di dalam hadits berikut ini (artinya),

“Akan berperang tiga orang pangeran di dekat perbendaharaan kalian. Kemudian kekuasaan tidak berhasil diraih oleh salah seorang dari mereka. Kemudian akan muncul bendera-bendera hitam dari timur, mereka akan memerangi kalian dengan peperangan yang tidak pernah dilakukan oleh satu kaum pun.” Kemudian beliau menyebutkan beberapa hal yang tidak kuingat, beliau bersabda, “Jika kalian telah melihatnya, maka berbai’atlah kepadanya, sekalipun dengan merangkak di atas salju, karena ia adalah Khalifah Allah, Al-Mahdi.” (HR. Ibnu Majjah dari Tsauban)

Kami mengira, wallahua’lam, sebelum peristiwa ini akan terjadi sebuah peristiwa lain yang akan mengingatkan kaum Muslimin, bahwa sesungguhnya mereka telah berada di penghujung zaman, sekaligus akan menguatkan keabsahan khalifah yang bernama Muhammad bin Abdullah dan bergelar Imam Mahdi itu, yaitu sebagaimana dinubuahkan oleh Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam (artinya),

“Sesungguhnya kiamat tidak akan terjadi kecuali setelah sungai Eufrat surut menyingkap gunung emas. Di tempat tersebut orang-orang saling membunuh, hingga setiap seratus orang ada sembilan puluh sembilan yang akan terbunuh. Selain itu, tiap-tiap orang berkata, ‘Mudah-mudahan saya termasuk orang yang akan selamat.’” (HR. Muslim dari Abu Hurairah)

Sebuah berita yang mengejutkan berjudul “Drought Reveals Iraqi Archaeological Treasures” (Kekeringan Menyibakkan Peninggalan Arkeologis Irak) oleh Lourdes Garcia Navarro, muncul di internet pada 20 Maret 2009. Berita tersebut diserta sejumlah foto, di antaranya berupa kemunculan sisa-sisa bangunan kuno berusia lebih dari 5000 tahun akibat merosotnya permukaan Sungai Eufrat, yang dapat pembaca saksikan di sebelah kiri artikel ini, pada naskah “Kiamat Masih Milyaran tahun?” yang kami hibahkan. Agaknya tak akan lama lagi hingga nubuwah Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam di atas benar-benar terwujud.

Kemudian tak lama setelah itu terjadi gunjang-ganjing di Arab Saudi dengan wafatnya Raja, yang akan menjadi mata rantai terakhir dalam proses kembalinya Khilafah Islam. Di buku kami, telah kami uraikan secara terperinci ketepatan konstelasi politik terkini di Arab Saudi dengan hadits di atas, di mana jika Raja Abdullah yang saat ini telah berusia 86 tahun dan baru saja menjalani operasi dan perawatan di sebuah rumah sakit di New York antara November-Desember 2010 atas penyakit punggung yang dideritanya itu wafat, maka akan terjadi perselisihan di antara tiga orang pangeran yang berpotesi untuk menggantikannya. Kami pun telah mencoba memperkirakan, wallahua’lam, siapa yang dimaksud dengan pasukan yang membawa bendera dari timur (lihat posting kami Tragedi WTC 11/9 dan Perang Afganistan – II).

Ketika pasukan dari timur itu, yang kami duga tengah kembali dari medan jihad Afganistan, bergerak menuju ke Mekkah, maka hal ini menunjukkan bahwa ketika itu perang di Afganistan telah usai. Usainya perang Afganistan berarti telah dikalahkannya kaum yang menjadi pentolan aniaya dan kezaliman global, sehingga membuka sebuah era baru yang gemilang bagi kaum Muslimin.

Sesungguhnya Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam telah bersabda (artinya),

Tentu bumi akan penuh dengan aniaya dan kezaliman. Apabila ia telah penuh dengan aniaya dan kezaliman, maka Allah membangkitkan seorang laki-laki yang namanya adalah namaku dan nama bapaknya adalah nama bapakku. Lalu ia memenuhinya dengan keadilan dan kejujuran, sebagaimana ia tadinya penuh dengan aniaya dan kezaliman. Langit tidak mencegah sedikit pun dari hujannya, dan bumi tidak mencegah sedikit pun dari tetumbuhannya. Ia menetap di antara kamu tujuh atau delapan (tahun), kalau lebih lama, maka sembilan (tahun).” (HR. Thabraani dari Qurrah Al Muzani)

Jadi, sesuai dengan model pergantian kekuasan di atas, runtuhnya Amerika, yang merupakan simbol dari runtuhnya agama-agama sekular semacam Kapitalisme, Demokrasi dan Nasionalisme, akan berada di dalam time frame yang relatif sama dengan kembalinya Khilafah Islam. Wallahua’lam.


Khilafah Menghadapi Tantangan dari Luar

Keruntuhan Amerika akan memaksanya untuk menarik seluruh pasukannya dari Irak dan Afganistan serta basis-basis militernya di seluruh dunia. Ini akan memberikan kesempatan kepada Iran untuk merealisasikan ambisinya. Kami telah menjelaskan di buku kami secara terperinci akan obsesi yang melekat pada bangsa Persia ini untuk mendirikan khilafah atas dasar agama Syi’ah di Najaf, Irak, di sekitar makam-makam yang mereka keramatkan. Dengan dalih apa pun, Iran akhirnya akan masuk ke Irak!

Masuknya pasukan Iran ke Irak akan dipandang sebagai pelanggaran atas hukum internasional. Hal yang sama telah dialami Irak di bawah Saddam Hussein ketika menginvasi Kuwait, di mana pada akhirnya mereka harus berhadapan dengan pasukan koalisi. Maka negara-negara Barat akan memanfaatkan momen ini untuk mengagitasi perang demi mengalihkan kekecewaan, rasa frustrasi, bahkan depresi warganya akibat kehancuran ekonominya. Sedangkan bagi kaum Muslimin, orang-orang Persia beragama Syi’ah itu merupakan musuh abadinya. Pada akhirnya koalisi antara kedua kekuatan ini akan dapat menghancurkan pasukan Iran. Wallahua’lam. Inilah yang dapat kami pahami dari hadits Nabi Shallallahu 'Alaihi wa Sallam berikut ini (artinya),

“Kalian akan mengadakan perdamaian dengan bangsa Romawi, kemudian kalian dan mereka memerangi musuh bersama kalian, dan akhirnya kalian menang sekaligus memperoleh ghanimah dan selamat, kemudian kalian pulang. Pada saat kalian singgah di Dzi Talul, seorang lelaki Kristen mengangkat salib dan berteriak, “Hidup salib!” Seorang Muslim marah, lalu memukulnya. Ketika itu, bangsa Romawi berkhianat dan berkumpul guna mempersiapkan perang besar.” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ibnu Majjah)

Perdamaian antara kaum Muslimin dan bangsa Barat (Romawi) bersifat semu. Kedengkian bangsa Barat membuatnya mengkhianati perjanjian damai yang telah disepakati. Pada akhirnya kaum Muslimin berhadapan dengan bangsa Barat dalam sebuah perang besar, yang di Barat dikenal sebagai Armageddon, sebagaimana dijelaskan di dalam hadits berikut ini (artinya),

“Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam bersabda (yang artinya), ‘Hitunglah enam hal menjelang terjadinya Kiamat...” (lantas beliau menyebutkan di antaranya): ‘Kemudian perdamaian antara kalian dengan Bani Ashfar (Romawi), lantas mereka mengkhianati kalian, mereka menyerang kalian di bawah delapan puluh bendera, setiap bendera membawahi dua belas ribu tentara.’” (HR. Bukhari dari Malik bin ‘Auf al-Asyja’i)

“Sesungguhnya benteng pertahanan kaum Muslimin pada peperangan yang besar adalah di Ghutah, dekat kota yang bernama Damsyik (Damaskus), kota negeri Syam yang terbaik.” (HR. Abu Dawud dari Abu Darda)


Hadits di atas menunjukkan bahwa rezim Ba’ath beserta dinasti al-Assad tak lama lagi akan musnah dari bumi Syam.

Kami menduga, wallahua’lam, pembebasan Baitul Maqdis terjadi sebelum perang besar dengan bangsa Barat tersebut berdasarkan hadits berikut ini (artinya),


“Kemakmuran Baitul Maqdis adalah kehancuran Yatsrib, dan kehancuran Yatsrib adalah munculnya pertempuran, dan munculnya pertempuran adalah takluknya Konstantinopel, dan takluknya Konstantinopel adalah keluarnya Dajjal.” (HR. Ahmad dan Abu Dawud, dari Mu’adz)

Kami juga menduga, wallahua’lam, penaklukan Istambul (Konstantinopel) untuk yang kedua kalinya (karena kini ia berada di dalam cengkeraman para punggawa sekular pengikut Attaturk, sedangkan penaklukan pertama terjadi pada 1453 M oleh Sultan Muhammad II al-Fatih), dan juga penaklukan kota Roma, terjadi setelah perang besar itu. Tak lama setelah itu keluarlah Dajjal.

Demikianlah di antara episode menjelang Hari Kiamat sejauh yang dapat kami pahami. Episode-episode selanjutnya dapat dibaca pada naskah kami “Hari Kiamat Masih Milyaran Tahun Lagi?” Wallahua’lam.

Mudah-mudahan memberi manfaat bagi kaum Muslimin.

Subhanakallahumma wabihamdika, asyhaduanla ilaaha ilaa anta, astaghfiruka wa’atubu ilaih.

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh