Kamis, 05 Oktober 2017

Tentang “Peluncur Granat” itu...







Masih ingatkah Anda dengan kasus yang membelit Korps Bhayangkara kebanggaan kita pada sebuah kasus di panggung internasional? Pada Januari 2017 sebuah fitnah menimpa Formed Police Unit 8 di Sudan. Unit Bhayangkara pilihan ini dituduh hendak menyelundupkan sejumlah besar senjata api ketika hendak pulang ke tanah air usai menjalankan tugas di bawah misi PBB, sehingga kepulangannya tertahan di Sudan selama sebulan. Seandainya upaya penyeludupan senjata bekas itu benar-benar melibatkan korps tersebut, maka ia adalah percobaan pertama yang sangat serius untuk menyeludupkan senjata.

Sedangkan jika senjata-senjata bekas itu sama sekali tidak berhubungan dengan korps kebanggaan kita itu, maka ia layak diinterpretasikan sebagai isyarat dari langit bahwa di masa depan korps tersebut akan tertimpa fitnah yang sama. Mengingat jenis senjata yang hendak diseludupkan serta kondisinya yang jelas bukan untuk dipakai sendiri, maka fitnah ini berhubungan dengan gerilyawan atau clandestine.

Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (artinya),

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syura: 30).


Nampaknya fitnah yang menimpa korps kebanggaan kita ini bermula dengan cara yang mirip dengan fitnah yang menimpa lembaga intel. Bagaimana tidak? Apakah melewati sekian banyak senior dan menjadi calon tunggal untuk mencapai kedudukan puncak itu tak memiliki konsekuensi? Pasti ada, dong.

Sebagaimana penciuman mereka yang tajam tentang cara mengeksploitasi bos intel, para kamerad komunis juga tahu persis cara menagih tanda terima kasih atas waktu dan tenaga yang telah mereka curahkan untuk memuluskan jalan bagi bintang kelas ini untuk menjadi orang nomor satu di korps tersebut.  Tak lama-lama menikmati masa bulan madu, sebuah tugas besar sudah harus dilaksanakan, yaitu bermain bersama dalam sebuah False Flag Operation pada Aksi Bela Islam 411. Pada aksi tersebut sebuah tim yang sangat kuat yang terdiri dari korps kebanggaan kita, intel, dan kader-kader komunis, bermain bersama secara sangat apik dan kompak dalam sebuah skenario yang melibatkan segenap petinggi keamanan negara hingga ke puncak.  

Ternyata tugas besar tersebut berlanjut dengan tugas-tugas berikutnya yang membuatnya menjadi sangat tertekan. Semua idealismenya tentang korps bhayangkara yang profesional dan bermutu tinggi dengan cepat  menguap. Kini motto yang sangat membanggakan itu, “to serve and to protect,” akan diplesetkan orang menjadi “to serve and to protect...kamerad.”  Dalam lingkungan kerja yang telah menjadi sangat bertentangan dengan hati nuraninya itu, tak heran jika tiba-tiba kata hatinya tercetus di depan publik, bahwa ia ingin “pensiun dini” dan mencari lingkungan kerja yang “less stressful” seperti dunia pendidikan dan semacamnya.

Bagi para kamerad, “mengerjai” korps ini hingga tunduk sepenuhnya secara ideologis tentu saja sangat berat, hampir tidak mungkin. Maka mengikuti prosedur operasi standar partai komunis, jika upaya infiltrasi ideologi dirasa sangat sulit, lakukan upaya adu domba guna mengancurkan (calon-calon) musuh. Caranya dengan mendayagunakan segenap pengaruh yang ada sehingga kekuatan nomor 2 menjadi setara dengan kekuatan nomor 1, lalu gosok terus sampai terjadi clash. Dalam keadaan kedua pihak telah menjadi serpihan itulah baru kaum komunis masuk, tinggal memungut hasilnya secara cuma-cuma.

Inilah yang kita lihat dalam kasus impor Arsenal Stand Alone Grenade Launcher (SAGL) Kal 40 x 46 milimeter sebanyak 280 pucuk dan 5.932 butir amunisi granat dari jenis Ammunition Castior 40 mm, RLV-HEFJ kaliber 40 x 46 mm, dan high explosive fragmentation jump grenade. Berusaha mengecilkan arti dari senjata tersebut, petinggi yang berkepentingan menjelaskan, "Ini senjatanya bukan untuk membunuh, tapi untuk efek kejut. Modelnya memang seram, tapi sebenarnya ini laras kecil. Kalau ditembakkan dengan kemiringan 45 derajat, paling jauh jatuhnya 100 meter."

Juga penjelasan pejabat yang lain, "Pelurunya banyak, ada peluru karet, peluru hampa, peluru gas air mata, peluru asap, dan peluru tabur." Tambahan lagi, "Ini bukan impor pertama, tapi sudah yang ketiga kali. Yang pertama pada 2015 dan kedua 2016."

Tetapi bagaimana mereka dapat menyanggah penjelasan dari situs Arsenal-bg.com? Situs produsen senjata tersebut menjelaskan bahwa SAGL merupakan senjata pelontar granat tipe M 406. Sedangkan RLV-HEFJ adalah amunisi granat yang digunakan sebagai senjata serbu militer untuk menghancurkan kendaraan lapis baja ringan. Dan apakah pada impor terdahulu juga memasukkan jenis peluru dengan spesifikasi yang kini dipermasalahkan?

Celakanya, di tengah kekisruhan tentang impor senjata ini, para pengamat hanya mampu melihat persoalan ini dari satu sisi saja, sisi legalitas-prosedur. Mereka mengatakan bahwa dari sisi legalitas dan prosedur sudah OK banget, jadi mengapa harus dipersoalkan? Lagi pula mengapa baru sekarang dipermasalahkan, sedangkan dua kali impor sebelumnya tidak dipermasalahkan? Panglima TNI terobsesi main politik nih menjelang tahun politik, bahkan sudah menyiapkan tim sukses, nama-namanya A, B, dan C. Tetapi, tunggu, tunggu, apakah masalah ini semata-mata masalah antara legalitas-prosedur dan politik-politikan Panglima TNI?

Ini adalah kali ketiga impor barang yang sama dilakukan. Andaikanlah bahwa pada dua impor terdahulu juga mengandung peluru yang mampu menembus kendaraan lapis baja ringan dan diloloskan. Lalu sekarang impor barang yang sama dipersoalkan. Anda tidak melihat ada masalah besar di sini? Ini adalah masalah Friend or Foe, Bagaimanapun sebagai sebuah lembaga yang memiliki unit intelijen yang telah sangat berpengalaman, TNI tentu melihat adanya perubahan pada sikap korps Bhayangkara kebanggan kita dalam kurun waktu belakangan ini. Apakah Anda mengira bahwa TNI tidak mengetahui tentang False Flag Operation pada Aksi 411 di mana polisi dan intel saling bergandengan tangan dengan kaum komunis?

Sekarang Anda melihat bahwa masalah ini mempunyai akar yang sangat dalam. Lalu ada “tukang” survei membuat survei bahwa lebih dari 80 persen masyarakat Indonesia tidak percaya adanya kebangkitan kaum komunis. Lihatlah masyarakat yang sehari-harinya lebih memperhatikan masalah harga cabe, beras, gula, masalah cuaca, biaya transportasi dan semacamnya, disuruh menjawab pertanyaan tentang kebangkitan kaum komunis di Indonesia, sedangkan para pengamat dengan spesialisasi pada bidang ini saja tidak mampu mengendusnya. Bahkan seorang mantan panglima menganggap masalah ini sebatas soal sumpah prajurit dan Sapta Marga! Anda lihat betapa survei itu adalah bentuk pembodohan masyarakat!

Kini tempatkanlah diri Anda dalam posisi sebagai Panglima TNI. Firasat kuat Anda sebagai seorang prajurit mengatakan bahwa negara Anda dalam bahaya, sedangkan bos dan para kolega Anda hanya paham sebatas ucapan, “Jangan bikin gaduh!” Apa yang akan Anda lakukan? Niscaya Anda akan membagi beban yang sangat berat ini kepada para mantan atasan Anda yang jauh lebih berpengalaman. Itulah sesunggguhnya makna dari pertemuan Panglima TNI dan para seniornya itu. wallahua’lam. 


Keadaan super darurat telah menjelang

Cermatilah sebuah artikel menarik berikut ini.

Rick Wiles Issues An Extremely Ominous Warning: “The Alarms Are Ringing Again” (Rick Wiles Mengeluarkan Peringatan Yang Sangat Mengkhawatirkan: Alarm-alarm Berbunyi Kembali -  Michael Snyder, theeconomiccollapseblog.com, 15 Agustus 2017)

“Pada 1998, sebuah rentetan kejadian yang sangat tidak biasa muncul dalam pertemuan antara Rick Wiles dengan seorang wanita Kristiani yang cantik bernama Leah Mandell pada sebuah konferensi. Tiga tahun kemudian, Leah membuat sambungan telepon yang aneh kepada Rick pada 11 Agustus 2001, yang ternyata persis satu bulan sebelum serangan 9/11. Ketika Rick menjawab teleponnya, Leah mulai menyeritakan kepadanya bahwa ‘alarm-alarm pada berbunyi’...

Ia mengatakan, ‘Rick, sesuatu yang sangat aneh terjadi hari ini. Alarm-alarm pada berbunyi, kemana pun aku pergi hari ini alarm-alarm pada berbunyi, alarm-alarm mobil, alarm-alarm anti pencurian, alarm-alarm tanda kebakaran, bahkan alarm oven, kemana pun aku pergi, aku mendengar alarm berbunyi. Apa yang benar-benar aneh adalah orang-orang mengalami kesulitan untuk mematikan  alarm-alarm tersebut. Aku pergi ke toko-toko, alarm-alarmnya berbunyi. Aku pergi ke sebuah kantor, alarmnya berbunyi. Dan mereka tidak dapat mematikannya. Tuhan mengatakan padaku, ‘Telepon Rick Wiles dan katakan padanya, ‘Alarm-alarm sudah berbunyi, dan kali ini, alarm-alarm tersebut tidak akan dimatikan.’’

Tepat pada saat Leah mengatakan itu, alarm sabuk pengaman Rick mulai berbunyi walaupun sabuk pengaman tersebut telah dipasang dengan benar.

Satu bulan kemudian adalah 11 September 2001.

Tepat 16 tahun kemudian, tiga hari yang lalu  pada 11 Agustus 2017, Rick tengah berkendaraan menuju gerejanya ketika tiba-tiba seekor bangkai burung jatuh dari langit dan menerpa kaca depan mobilnya. Burung itu tidak terbang menuju ke arahnya, tetapi jatuh dari langit dalam keadaan sudah mati. Kemudian ia menerima telepon dari Leah yang mengatakan, ‘Rick, alarm-alarm pada berbunyi. Kemana pun  aku pergi hari ini, alarm-alarm pada berbunyi. Dan ada satu hal lagi, burung-burung mati. Aku melihat bangkai-bangkai burung. Sepertinya kemana pun aku pergi, ada saja bangkai burung.

Kemudian Rick menyadari bahwa tanggal hari itu adalah 11 Agustus, tanggal yang sama ketika Leah meneleponnya enam belas tahun sebelumnya dengan peringatan yang sama.

Anda dapat saja mengabaikan cerita ini jika Anda mau, tetapi bagaimana Anda akan menjelaskan apa yang terjadi 16 tahun yang lalu?...”

Ini adalah misteri yang tak dapat dipecahkan oleh masyarakat Amerika, tetapi insya Allah adalah hal yang mudah bagi seorang Muslim yang memahami dasar-dasar agamanya dengan baik. Marilah kita analisis.

Pada 11 Agustus 2001 alarm-alarm pada berbunyi di mana-mana di Amerika. Kita tahu, bahwa ketika sebuah alarm tanda bahaya atau tanda sesuatu peralatan tidak bekerja dengan benar, berbunyi, itu  berarti ada situasi yang tidak normal, bahkan darurat. Jika banyak alarm berbunyi pada saat yang sama, itu berarti situasi tidak normal itu menjadi situasi massal, situasi yang menyelimuti suatu masyarakat secara keseluruhannya. Sebagaimana kita ketahui, nomor telepon untuk keadaan darurat, keadaan tidak normal, di Amerika adalah 911. Jadi alarm berbunyi itu berkaitan dengan nomor 911. Dengan demikian, tafsir dari kejadian tersebut adalah bahwa pada 911, yaitu 11 September menurut tata bahasa Inggris Amerika, akan terjadi keadaan darurat secara nasional dan berlaku untuk seterusnya.

Alarm-alarm tersebut bisa berbunyi secara bersamaan, karena pada umumnya bunyinya dipicu secara elektronik. Sementara itu kita tahu bahwa berdasarkan sabda Nabi Shallallahu'alaihi wasallam  Malaikat diciptakan dari cahaya, sedangkan cahaya merupakan gelombang elektromagnetik. Dengan demikian Malaikat melepaskan gelombang elektromagnetik ke segala penjuru untuk mengaktifkan alarm-alarm itu, sebagai isyarat kepada masyarakat Amerika, bahwa mulai 911, yaitu 11 September tahun itu, mereka akan mengalami keadaan darurat untuk selamanya. Wallahua’lam.

Lalu tepat 16 tahun kemudian, pada 11 Agustus 2017, hal yang sama terulang lagi. Tentu kita mengira akan terjadi lagi keadaan darurat secara nasional di Amerika pada 11 September 2017, bukan? Ternyata hal itu tidak terjadi. Anda tahu apa sebabnya?

Sebenarnya berbunyinya alarm-alarm ini masih memberikan isyarat yang sama, yaitu keadaan darurat secara nasional di Amerika, tetapi cara membacanya harus disesuaikan dengan perkembangan yang terjadi di Amerika. Pada peristiwa 11 September 2001, seperti telah kita ketahui bersama, adalah sebuah false flag operation oleh rezim Bush untuk menimpakan perbuatan itu kepada kaum Wahhabi, agar pemerintah Arab Saudi mereformasi paham Wahhabi. Maka ketika kita membaca 911 dengan tata bahasa Inggris Amerika, menjadi 11 September.

Belum lama ini, pemerintah Amerika, tepatnya rezim Obama, kembali membuat fitnah terhadap Dunia Islam dengan melibatkan Indonesia sebagai pelaku utama seperti yang telah kami kupas secara lugas dan mendalam pada naskah kami “Hanya Islam Yang Dapat Menyingkap Misteri Flaperon dan Lainnya.” Silahkan dirujuk dan kami tidak akan mengulanginya di sini.  Dengan demikian cara membaca isyarat darurat 911 juga harus disesuaikan dengan tata bahasa pelaku utamanya, yaitu tata bahasa Indonesia. Dengan demikian keadaan darurat secara nasional di Amerika itu akan terjadi pada 9 November 2017 waktu Amerika atau bertepatan dengan 10 November 2017 waktu Indonesia. Apakah jenis keadaan darurat itu?

Kita dapat mengetahuinya dengan melihat pada fakta yang dialami oleh Rick dan Leah, yaitu burung-burung berjatuhan dalam keadaan mati. Mengapa burung-burung mengalami nasib seperti itu? Kita dapat menduga, bahwa mereka mati karena hantaman hawa panas magma atau akibat hantaman magma itu sendiri, yaitu ketika supervolcano Yellowstone meletus pada 10 November 2017 waktu Indonesia, waktu ketika rakyat Indonesia merayakan saat seorang santri membunuh dengan gagah berani seorang Brigjen Mallaby dari Imperium Inggris Raya. Wallahua’lam.

Berdasarkan analisis di atas, tanggal 10 November 2017 akan menjadi hari ketika santri (Islam-nasionalisme Indonesia) mengalahkan Brigjen Mallaby abad ke-21 (demokrasi-imperialisme Amerika Serikat).

Implikasi

Ketika Yellowstone meletus, lalu diikuti dengan runtuhnya Bursa Saham New York, runtuhnya pemerintah federal dan pemerintahan di segenap negara-negara bagian di Amerika, serta dimulainya huru-hara hebat di Amerika, perekonomian dunia pun mengalami gonjang-ganjing dengan hebatnya pula. Negara pertama yang segera terkena dampak negatifnya adalah Cina yang pertumbuhan ekonominya, yang memberikan banyak lapangan pekerjaan kepada rakyatnya, sangat bergantung pada ekspor produk-produk manufakturingnya ke Amerika. Ketika pasar nomor satu produk ekspor Cina lenyap, maka lenyap pula lapangan pekerjaan berpuluh-puluh juta warga Cina.

Di tengah penggangguran dan kelaparan yang sangat akut, tindak kejahatan pun segera menjadi sangat akut pula. Dalam situasi seperti ini sikap keras pemerintah komunis Cina untuk mendisiplinkan warganya yang kelaparan sama sekali tak akan menyelesaikan masalah. Hanya tersisa satu jalan keluar: mengarahkan warganya beremigrasi ke negara-negara lain yang masih memiliki potensi kehidupan. Tak pelak, Indonesia akan menjadi sasaran utama migrasi warga Cina dalam waktu tak lama lagi.

Sikap kita: setiap kapal yang membawa warga Cina yang masuk ke perairan Indonesia harus ditenggelamkan. Anda tidak membutuhkan tambahan jumlah kaum komunis, bukan?

Maka ketika Yellowstone meletus pada 10 November 2017, insya Allah, itu adalah waktu bagi berakhirnya era pencitraan dan dimulainya era kerja, kerja dan kerja.

Maka ketika Yellowstone meletus pada 10 November 2017, insya Allah, itu adalah waktu bagi berakhirnya sikap kekanak-kanakan, tidak dewasa, takut menghadapi realitas, dan terus berdusta, dan dimulainya era patriotisme, sikap yang penuh tanggung jawab, dan realistis.

Maka ketika Yellowstone meletus pada 10 November 2017, insya Allah, itu adalah waktu bagi berakhirnya era Brigjen Mallaby dan dimulainya era santri, walaupun  sangat singkat namun insya Allah dapat  meraih prediket husnul khatimah bagi bangsa ini.

Prioritas

Dalam keadaan super darurat, sama sekali tidak dapat ditolerir adanya kesia-siaan, seperti rivalitas antara TNI dan Kepolisian. Rivalitas ini dapat dihilangkan dengan mengembalikan Kepolisian pada posisi semula di bawah koordinasi Mabes TNI.

Di tengah ancaman serbuan migran dari Cina, sistem identitas penduduk, KTP, harus dikembalikan ke sistem semula yang melibatkan verifikasi manual oleh para tetua/ketua masyarakat setempat.

Praktis sebagian besar pekerjaan yang menanti adalah dalam arah yang berlawanan dengan arah pembangunan yang tengah dilakukan oleh rezim pemerintah saat ini, sehingga menjadi tidak logis, tidak layak, bagi rezim ini untuk terus memerintah. Sebaliknya, menjadi sebuah keniscayaan bagi penggantian rezim dan sistem pemerintahan.



Wallahua’lam bishawwab.