Jumat, 17 Februari 2012

Pembelaan terhadap Raja Ibn Saud rahimahullah





Entah sudah berapa kali dan berapa lama kami menemukan artikel yang bernada memfitnah Raja Ibn Saud rahimahullah di sejumlah situs internet; isinya amatlah keji dan mutlak dusta. Sulit untuk membayangkan orang-orang dari jenis yang mana yang sampai hati untuk menggoreng kedustaan seperti ini dan menyuapkannya ke mulut-mulut kaum Muslimin.

Bagi kami, alhamdulillah, sangat mudah untuk menangkap nada kedustaan yang tersembul dari artikel tersebut. Akan tetapi lama-kelamaan kami berpikir, bahwa tidak setiap orang mempunyai sikap kritis yang cukup untuk menangkal fitnah-fitnah jenis ini, hingga akhirnya kami tergerak untuk membuat bantahan terhadap artikel-artikel semacam itu sekaligus menghalangi kaum Muslimin dari terjerumus ke dalam fitnah ini.

Pembelaan kami adalah pembelaan seorang Muslim kebanyakan kepada seorang pemimpin besar kaum Muslimin yang hidup pada awal abad XX M; pembelaan kami adalah pembelaan kepada kebenaran dan penghinaan kepada kebatilan, khususnya kepada sifat khianat; pembelaan kami adalah wujud dari rasa syukur kami kepada Allah yang telah menghadirkan beliau di dunia ini pada zaman yang tepat, sehingga melalui kekuasaan/kekuatan/kekayaan yang Allah karuniakan kepada beliau dan keturunannya, dakwah manhaj salaf (sebagian orang mengatakan wahhabi) dapat tersebar ke seluruh dunia dan diterima dengan penuh rasa syukur oleh kaum Muslimin sedunia.

Dengan memohon pertolongan Allah kami akan membantah secara telak artikel-artikel tersebut satu-persatu pada sejumlah kesempatan. Sedangkan pada kesempatan ini kami membantah artikel yang berjudul “Dokumen Ekspos Pendiri Saudi Yakinkan Inggris untuk Dirikan Negara Yahudi

.”





Eramuslim.com. Sebuah dokumen kuno mengungkapkan bagaimana Sultan Abdul Aziz, pendiri Arab Saudi meyakinkan Inggris untuk menciptakan sebuah negara Yahudi di tanah Palestina, sebuah laporan berita mengatakan.

Dokumen, mengekspos komitmen mendalam dari Raja Saudi pertama dengan Inggris dan memberikan jaminan kepada pemerintah Inggris untuk memberikan Palestina kepada Yahudi.

Dokumen kontroversial, yang ditulis sebagai pemberitahuan untuk kemudian didelegasikan kepada Mayor Inggris Jenderal Sir Percy Cox Zachariah, merupakan bukti lain dari pendekatan bermusuhan keluarga kerajaan Saudi untuk bangsa Palestina.

“Saya Sultan Abdul Aziz bin Abdul Rahman Al Saud al-Faisal dan Saya mengalah dan mengakui seribu kali untuk Sir Percy Cox, utusan Inggris, bahwa saya tidak keberatan untuk memberikan Palestina kepada Yahudi miskin atau bahkan untuk non- Yahudi, dan saya tidak akan pernah melanggar perintah Inggris,” tulis isi dokumen kuno yang konon ditandatangani oleh Raja Abdul Aziz tersebut.

Catatan ini juga mengekspos bagaimana kerajaan Saudi menunjukkan kesetiaannya kepada pemerintah Inggris.

Inggris menggunakan atase penting mereka untuk Arab Saudi pada tahun 1930, kedua negara pada masa itu saling berhubungan erat.

Kekuasaan keluarga Al Saud menambahkan pentingnya Arab Saudi untuk Inggris, sebagaimana Inggris percaya kepada Ibnu Suud bisa sangat mempengaruhi negara-negara Arab.

Kebenaran dokumen ‘kuno’ ini belum ada konfirmasi kebenarannya. Bisa jadi benar bahkan bisa jadi salah. Namun hubungan keluarga pendiri Saudi dengan Inggris secara fakta memang sudah terjalin dari dulu.(fq/prtv)

Bantahan:

Kami mengajukan dokumen pembanding berjudul “F.D.R. Meets Ibnu Saud” yang ditulis oleh William A. Eddy, seorang pensiunan kolonel pada Korps Marinir Amerika Serikat, yang bertindak sebagai penerjemah dalam pertemuan bersejarah antara Raja Ibnu Saud dari Arab Saudi dan Presiden Franklin Delano Roosevelt (F.D.R.) dari Amerika Serikat di atas kapal perang USS Quincy yang berlabuh di Terusan Suez pada 14 Februari 1945.



Kami kutip hal yang relevan dengan pokok pembahasan, yaitu tentang masa depan Palestina dan Zionis Yahudi.



“Setelah mendiskusikan perkembangan perang, dan menyatakan kepercayaannya bahwa Jerman akan dikalahkan, F.D.R. menyatakan bahwa ia mempunyai sebuah persoalan serius yang ia ingin agar Raja memberinya saran dan bantuan; yaitu, penyelamatan dan pemulihan sisa-sisa kaum Yahudi di Eropa Tengah yang telah menderita kengerian yang sukar untuk digambarkan di tangan kaum Nazi; pengusiran, penghancuran rumah-rumah mereka, penyiksaan, dan pembunuhan massal. Ia, F.D.R., merasakan sebuah tanggung jawab pribadi dan benar-benar berjanji pada dirinya sendiri untuk membantu memecahkan masalah ini. Apa yang dapat disarankan oleh Raja?

Jawaban Ibnu Saud cepat dan singkat: ‘Beri mereka dan keturunannya tanah-tanah dan rumah-rumah orang Jerman yang telah menindas mereka.’

F.D.R. menjawab bahwa orang-orang Yahudi yang selamat mempunyai keinginan sentimental untuk tinggal di Palestina, dan cukup dapat dipahami, mereka akan merasa takut untuk tinggal di Jerman yang mungkin mereka akan kembali mengalami penderitaan. Raja mengatakan bahwa ia tidak memiliki keraguan bahwa bangsa Yahudi itu mempunyai alasan yang bagus untuk tidak mempercayai orang-orang Jerman, tetapi tentu saja Sekutu akan menghancurkan kekuatan Nazi selamanya dan kemenangan mereka akan membawa kemampuan untuk memproteksi korban-korban Nazi. Jika Sekutu tidak mengharapkan untuk dapat mengendalikan kebijakan Jerman pada masa mendatang, mengapa harus melakukan perang yang demikian mahal? Ia, Ibnu Saud, tidak dapat membayangkan meninggalkan musuh dalam posisi untuk dapat menyerang kembali setelah kalah.

Dalam beberapa menit, F.D.R. kembali melancarkan serangan, dengan mengatakan bahwa ia menggantungkan pada keramahtamahan Arab dan bantuan Raja dalam memecahkan masalah Zionisme, tetapi Raja mengulanginya: ‘Buat supaya musuh dan penindas yang membayarnya; itulah cara kami orang Arab berperang. Kerugian harus ditimpakan kepada penjahat, bukan kepada orang-orang yang tak bersalah. Luka apa yang telah dilakukan orang-orang Arab terhadap bangsa Yahudi di Eropa? Adalah orang-orang ‘Kristen’ Jerman yang telah mencuri rumah-rumah dan kehidupan mereka. Biarkan orang-orang Jerman yang membayarnya.’ Sekali lagi, F.D.R. kembali ke topik ini, mengeluhkan bahwa Raja belum membantunya sama sekali dengan masalahnya itu, tetapi Raja, setelah kehilangan sebagian kesabarannya, tidak menjelaskan pandangannya lagi, selain menyatakan (dengan nada ironis dalam suaranya) bahwa kekhawatiran yang berlebihan terhadap orang-orang Jerman ini tidak dapat dimengerti bagi orang badui yang lebih memperhatikan teman daripada musuh. Pernyataan terakhir Raja pada topik ini adalah pada kenyataan bahwa merupakan kebiasaan orang Arab untuk membagi-bagi orang-orang yang selamat dan korban peperangan di antara suku-suku yang menang sesuai dengan jumlah dan dukungan logistik mereka. Pada kubu Sekutu terdapat lima puluh negara, di antaranya Palestina hanyalah negeri kecil dan miskin dan telah menampung pengungsi melebihi jatahnya.”

Agaknya maksud dari jawaban terakhir Raja Ibnu Saud adalah mendistribusikan pengungsi Yahudi kepada 50 negara yang berada di dalam kubu Sekutu sesuai kapasitas mereka masing-masing dalam menampungnya; dan Palestina sendiri sudah kebagian beban yang melebihi kemampuannya sehingga tidak layak untuk diberi beban tambahan; semua itu dengan catatan bahwa kaum Zionis Yahudi itu memang sudah tidak mau lagi tinggal di tanah Jerman.

Dalam pertemuan tersebut terbukti bahwa Raja Ibnu Saud rahimahullah telah bertindak sebagai seorang negarawan Muslim yang cerdas, patriotik, bijak, dan berhati-hati dalam kasus Palestina vs Zionis Yahudi. Maka kehinaan menimpa orang-orang yang menyebarkan berita-berita dusta seperti yang termuat di dalam dokumen palsu di atas.

Segenap pernak-pernik, kepolosan, ketaatan kepada agama, dan hal-hal yang menggelikan yang terjadi selama rombongan Raja Ibnu Saud berada di atas kapal USS Murphy dalam perjalanannya untuk bertemu dengan Presiden F.D.R. di atas kapal USS Quincy, dapat dibaca pada buku ringkas “F.D.R. Meets Ibnu Saud” yang dengan mudah dapat diakses di internet.

Wallahua’lam