Masih
ingatkah Anda dengan kasus yang membelit Korps Bhayangkara kebanggaan kita pada sebuah kasus di panggung internasional?
Pada Januari 2017 sebuah fitnah menimpa Formed Police Unit 8 di
Sudan. Unit Bhayangkara pilihan ini dituduh hendak menyelundupkan
sejumlah besar senjata api ketika hendak pulang ke tanah air usai menjalankan
tugas di bawah misi PBB, sehingga kepulangannya tertahan di Sudan selama
sebulan. Seandainya upaya penyeludupan senjata bekas itu benar-benar melibatkan
korps tersebut, maka ia adalah percobaan pertama yang sangat serius untuk
menyeludupkan senjata.
Sedangkan jika
senjata-senjata bekas itu sama sekali tidak berhubungan dengan korps kebanggaan
kita itu, maka ia layak diinterpretasikan sebagai isyarat dari langit bahwa di
masa depan korps tersebut akan tertimpa fitnah yang sama. Mengingat jenis
senjata yang hendak diseludupkan serta kondisinya yang jelas bukan untuk
dipakai sendiri, maka fitnah ini berhubungan dengan gerilyawan atau clandestine.
Sesungguhnya
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman (artinya),
“Dan apa
saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu
sendiri,
dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy
Syura: 30).
Nampaknya fitnah
yang menimpa korps kebanggaan kita ini bermula dengan cara yang mirip dengan
fitnah yang menimpa lembaga intel. Bagaimana tidak? Apakah melewati sekian banyak senior dan
menjadi calon tunggal untuk mencapai kedudukan puncak itu tak memiliki
konsekuensi? Pasti ada, dong.
Sebagaimana
penciuman mereka yang tajam tentang cara mengeksploitasi bos intel, para kamerad
komunis juga tahu persis cara menagih tanda terima kasih atas waktu dan tenaga
yang telah mereka curahkan untuk memuluskan jalan bagi bintang kelas ini untuk
menjadi orang nomor satu di korps tersebut.
Tak lama-lama menikmati masa bulan madu, sebuah tugas besar sudah harus
dilaksanakan, yaitu bermain bersama dalam sebuah False Flag Operation
pada Aksi Bela Islam 411. Pada aksi tersebut sebuah tim yang sangat kuat yang
terdiri dari korps kebanggaan kita, intel, dan kader-kader komunis, bermain bersama
secara sangat apik dan kompak dalam sebuah skenario yang melibatkan segenap
petinggi keamanan negara hingga ke puncak.
Ternyata
tugas besar tersebut berlanjut dengan tugas-tugas berikutnya yang membuatnya
menjadi sangat tertekan. Semua idealismenya tentang korps bhayangkara yang
profesional dan bermutu tinggi dengan cepat
menguap. Kini motto yang sangat membanggakan itu, “to serve and to
protect,” akan diplesetkan orang menjadi “to serve and to protect...kamerad.” Dalam lingkungan kerja yang telah menjadi
sangat bertentangan dengan hati nuraninya itu, tak heran jika tiba-tiba kata
hatinya tercetus di depan publik, bahwa ia ingin “pensiun dini” dan mencari
lingkungan kerja yang “less stressful” seperti dunia pendidikan dan semacamnya.
Bagi para
kamerad, “mengerjai” korps ini hingga tunduk sepenuhnya secara ideologis tentu
saja sangat berat, hampir tidak mungkin. Maka mengikuti prosedur operasi
standar partai komunis, jika upaya infiltrasi ideologi dirasa sangat sulit, lakukan
upaya adu domba guna mengancurkan (calon-calon) musuh. Caranya dengan
mendayagunakan segenap pengaruh yang ada sehingga kekuatan nomor 2 menjadi
setara dengan kekuatan nomor 1, lalu gosok terus sampai terjadi clash. Dalam
keadaan kedua pihak telah menjadi serpihan itulah baru kaum komunis masuk,
tinggal memungut hasilnya secara cuma-cuma.
Inilah yang
kita lihat dalam kasus impor Arsenal Stand Alone Grenade Launcher (SAGL)
Kal 40 x 46 milimeter sebanyak 280 pucuk dan 5.932 butir amunisi granat dari jenis Ammunition Castior 40 mm, RLV-HEFJ kaliber 40 x 46 mm, dan high explosive fragmentation
jump grenade. Berusaha mengecilkan arti dari senjata
tersebut, petinggi yang berkepentingan menjelaskan, "Ini senjatanya bukan untuk
membunuh, tapi untuk efek kejut. Modelnya memang seram, tapi sebenarnya ini
laras kecil. Kalau ditembakkan dengan kemiringan 45 derajat, paling jauh
jatuhnya 100 meter."
Juga penjelasan pejabat yang lain, "Pelurunya banyak, ada peluru karet, peluru hampa,
peluru gas air mata, peluru asap, dan peluru tabur." Tambahan
lagi, "Ini bukan
impor pertama, tapi sudah yang ketiga kali. Yang pertama pada 2015 dan kedua
2016."
Tetapi bagaimana mereka dapat
menyanggah penjelasan dari situs Arsenal-bg.com? Situs produsen senjata
tersebut menjelaskan bahwa SAGL
merupakan senjata pelontar granat tipe M 406. Sedangkan RLV-HEFJ adalah amunisi granat yang
digunakan sebagai senjata serbu militer untuk menghancurkan
kendaraan lapis baja ringan. Dan apakah pada impor terdahulu juga
memasukkan jenis peluru dengan spesifikasi yang kini dipermasalahkan?
Celakanya,
di tengah kekisruhan tentang impor senjata ini, para pengamat hanya mampu
melihat persoalan ini dari satu sisi saja, sisi legalitas-prosedur. Mereka
mengatakan bahwa dari sisi legalitas dan prosedur sudah OK banget, jadi
mengapa harus dipersoalkan? Lagi pula mengapa baru sekarang dipermasalahkan,
sedangkan dua kali impor sebelumnya tidak dipermasalahkan? Panglima TNI
terobsesi main politik nih menjelang tahun politik, bahkan sudah
menyiapkan tim sukses, nama-namanya A, B, dan C. Tetapi, tunggu, tunggu, apakah
masalah ini semata-mata masalah antara legalitas-prosedur dan politik-politikan
Panglima TNI?
Ini adalah
kali ketiga impor barang yang sama dilakukan. Andaikanlah bahwa pada dua impor
terdahulu juga mengandung peluru yang mampu menembus kendaraan lapis baja
ringan dan diloloskan. Lalu sekarang impor barang yang sama dipersoalkan. Anda
tidak melihat ada masalah besar di sini? Ini adalah masalah Friend or Foe, Bagaimanapun sebagai sebuah lembaga yang memiliki unit intelijen
yang telah sangat berpengalaman, TNI tentu melihat adanya perubahan pada sikap korps
Bhayangkara kebanggan kita dalam kurun waktu belakangan ini. Apakah Anda
mengira bahwa TNI tidak mengetahui tentang False Flag Operation pada
Aksi 411 di mana polisi dan intel saling bergandengan tangan dengan kaum
komunis?
Sekarang
Anda melihat bahwa masalah ini mempunyai akar yang sangat dalam. Lalu ada
“tukang” survei membuat survei bahwa lebih dari 80 persen masyarakat Indonesia
tidak percaya adanya kebangkitan kaum komunis. Lihatlah masyarakat yang
sehari-harinya lebih memperhatikan masalah harga cabe, beras, gula, masalah
cuaca, biaya transportasi dan semacamnya, disuruh menjawab pertanyaan tentang
kebangkitan kaum komunis di Indonesia, sedangkan para pengamat dengan
spesialisasi pada bidang ini saja tidak mampu mengendusnya. Bahkan seorang
mantan panglima menganggap masalah ini sebatas soal sumpah prajurit dan Sapta
Marga! Anda lihat betapa survei itu adalah bentuk pembodohan masyarakat!
Kini
tempatkanlah diri Anda dalam posisi sebagai Panglima TNI. Firasat kuat Anda
sebagai seorang prajurit mengatakan bahwa negara Anda dalam bahaya, sedangkan
bos dan para kolega Anda hanya paham sebatas ucapan, “Jangan bikin gaduh!” Apa
yang akan Anda lakukan? Niscaya Anda akan membagi beban yang sangat berat ini
kepada para mantan atasan Anda yang jauh lebih berpengalaman. Itulah sesunggguhnya
makna dari pertemuan Panglima TNI dan para seniornya itu. wallahua’lam.
Keadaan
super darurat telah menjelang
Cermatilah
sebuah artikel menarik berikut ini.
Rick
Wiles Issues An Extremely Ominous Warning: “The Alarms Are Ringing Again” (Rick Wiles Mengeluarkan Peringatan Yang Sangat Mengkhawatirkan: Alarm-alarm Berbunyi Kembali - Michael Snyder, theeconomiccollapseblog.com, 15 Agustus 2017)
“Pada 1998, sebuah rentetan kejadian
yang sangat tidak biasa muncul dalam pertemuan antara Rick Wiles dengan seorang
wanita Kristiani yang cantik bernama Leah Mandell pada sebuah konferensi. Tiga
tahun kemudian, Leah membuat sambungan telepon yang aneh kepada Rick pada 11 Agustus
2001, yang ternyata persis satu bulan sebelum serangan 9/11. Ketika Rick menjawab
teleponnya, Leah mulai menyeritakan kepadanya bahwa ‘alarm-alarm pada berbunyi’...
Ia mengatakan, ‘Rick, sesuatu yang
sangat aneh terjadi hari ini. Alarm-alarm pada berbunyi, kemana pun aku pergi
hari ini alarm-alarm pada berbunyi, alarm-alarm mobil, alarm-alarm anti
pencurian, alarm-alarm tanda kebakaran, bahkan alarm oven, kemana pun aku
pergi, aku mendengar alarm berbunyi. Apa yang benar-benar aneh adalah
orang-orang mengalami kesulitan untuk mematikan
alarm-alarm tersebut. Aku pergi ke toko-toko, alarm-alarmnya berbunyi.
Aku pergi ke sebuah kantor, alarmnya berbunyi. Dan mereka tidak dapat
mematikannya. Tuhan mengatakan padaku, ‘Telepon Rick Wiles dan katakan padanya,
‘Alarm-alarm sudah berbunyi, dan kali ini, alarm-alarm tersebut tidak akan dimatikan.’’
Tepat pada saat Leah mengatakan itu,
alarm sabuk pengaman Rick mulai berbunyi walaupun sabuk pengaman tersebut telah
dipasang dengan benar.
Satu bulan kemudian adalah 11 September
2001.
Tepat 16 tahun kemudian, tiga hari yang
lalu pada 11 Agustus 2017, Rick tengah
berkendaraan menuju gerejanya ketika tiba-tiba seekor bangkai burung jatuh dari
langit dan menerpa kaca depan mobilnya. Burung itu tidak terbang menuju ke
arahnya, tetapi jatuh dari langit dalam keadaan sudah mati. Kemudian ia menerima
telepon dari Leah yang mengatakan, ‘Rick, alarm-alarm pada berbunyi. Kemana pun aku pergi hari ini, alarm-alarm pada berbunyi.
Dan ada satu hal lagi, burung-burung mati. Aku melihat bangkai-bangkai burung.
Sepertinya kemana pun aku pergi, ada saja bangkai burung.
Kemudian Rick menyadari bahwa tanggal
hari itu adalah 11 Agustus, tanggal yang sama ketika Leah meneleponnya enam
belas tahun sebelumnya dengan peringatan yang sama.
Anda dapat saja mengabaikan cerita ini
jika Anda mau, tetapi bagaimana Anda akan menjelaskan apa yang terjadi 16 tahun
yang lalu?...”
Ini adalah misteri
yang tak dapat dipecahkan oleh masyarakat Amerika, tetapi insya Allah adalah
hal yang mudah bagi seorang Muslim yang memahami dasar-dasar agamanya dengan
baik. Marilah kita analisis.
Pada 11
Agustus 2001 alarm-alarm pada berbunyi di mana-mana di Amerika. Kita tahu,
bahwa ketika sebuah alarm tanda bahaya atau tanda sesuatu peralatan tidak
bekerja dengan benar, berbunyi, itu berarti
ada situasi yang tidak normal, bahkan darurat. Jika banyak alarm berbunyi pada
saat yang sama, itu berarti situasi tidak normal itu menjadi situasi massal,
situasi yang menyelimuti suatu masyarakat secara keseluruhannya. Sebagaimana
kita ketahui, nomor telepon untuk keadaan darurat, keadaan tidak normal, di
Amerika adalah 911. Jadi alarm berbunyi itu berkaitan dengan nomor 911. Dengan
demikian, tafsir dari kejadian tersebut adalah bahwa pada 911, yaitu 11
September menurut tata bahasa Inggris Amerika, akan terjadi keadaan darurat
secara nasional dan berlaku untuk seterusnya.
Alarm-alarm
tersebut bisa berbunyi secara bersamaan, karena pada umumnya bunyinya dipicu
secara elektronik. Sementara itu kita tahu bahwa berdasarkan sabda Nabi Shallallahu'alaihi
wasallam Malaikat diciptakan dari
cahaya, sedangkan cahaya merupakan gelombang elektromagnetik. Dengan demikian
Malaikat melepaskan gelombang elektromagnetik ke segala penjuru untuk
mengaktifkan alarm-alarm itu, sebagai isyarat kepada masyarakat Amerika, bahwa
mulai 911, yaitu 11 September tahun itu, mereka akan mengalami keadaan darurat
untuk selamanya. Wallahua’lam.
Lalu tepat 16
tahun kemudian, pada 11 Agustus 2017, hal yang sama terulang lagi. Tentu kita
mengira akan terjadi lagi keadaan darurat secara nasional di Amerika pada 11
September 2017, bukan? Ternyata hal itu tidak terjadi. Anda tahu apa sebabnya?
Sebenarnya berbunyinya
alarm-alarm ini masih memberikan isyarat yang sama, yaitu keadaan darurat
secara nasional di Amerika, tetapi cara membacanya harus disesuaikan dengan
perkembangan yang terjadi di Amerika. Pada peristiwa 11 September 2001, seperti
telah kita ketahui bersama, adalah sebuah false flag operation oleh
rezim Bush untuk menimpakan perbuatan itu kepada kaum Wahhabi, agar pemerintah
Arab Saudi mereformasi paham Wahhabi. Maka ketika kita membaca 911 dengan tata
bahasa Inggris Amerika, menjadi 11 September.
Belum lama
ini, pemerintah Amerika, tepatnya rezim Obama, kembali membuat fitnah terhadap
Dunia Islam dengan melibatkan Indonesia sebagai pelaku utama seperti yang telah
kami kupas secara lugas dan mendalam pada naskah kami “Hanya Islam Yang
Dapat Menyingkap Misteri Flaperon dan Lainnya.” Silahkan dirujuk dan
kami tidak akan mengulanginya di sini. Dengan
demikian cara membaca isyarat darurat 911 juga harus disesuaikan dengan tata
bahasa pelaku utamanya, yaitu tata bahasa Indonesia. Dengan demikian keadaan
darurat secara nasional di Amerika itu akan terjadi pada 9 November 2017 waktu
Amerika atau bertepatan dengan 10 November 2017 waktu Indonesia. Apakah jenis
keadaan darurat itu?
Kita dapat
mengetahuinya dengan melihat pada fakta yang dialami oleh Rick dan Leah, yaitu
burung-burung berjatuhan dalam keadaan mati. Mengapa burung-burung mengalami
nasib seperti itu? Kita dapat menduga, bahwa mereka mati karena hantaman hawa
panas magma atau akibat hantaman magma itu sendiri, yaitu ketika supervolcano
Yellowstone meletus pada 10 November 2017 waktu Indonesia, waktu ketika
rakyat Indonesia merayakan saat seorang santri membunuh dengan gagah berani
seorang Brigjen Mallaby dari Imperium Inggris Raya. Wallahua’lam.
Berdasarkan
analisis di atas, tanggal 10 November 2017 akan menjadi hari ketika santri
(Islam-nasionalisme Indonesia) mengalahkan Brigjen Mallaby abad ke-21
(demokrasi-imperialisme Amerika Serikat).
Implikasi
Ketika Yellowstone
meletus, lalu diikuti dengan runtuhnya Bursa Saham New York, runtuhnya
pemerintah federal dan pemerintahan di segenap negara-negara bagian di Amerika,
serta dimulainya huru-hara hebat di Amerika, perekonomian dunia pun mengalami
gonjang-ganjing dengan hebatnya pula. Negara pertama yang segera terkena dampak
negatifnya adalah Cina yang pertumbuhan ekonominya, yang memberikan banyak
lapangan pekerjaan kepada rakyatnya, sangat bergantung pada ekspor
produk-produk manufakturingnya ke Amerika. Ketika pasar nomor satu produk ekspor Cina lenyap, maka lenyap pula lapangan
pekerjaan berpuluh-puluh juta warga Cina.
Di tengah
penggangguran dan kelaparan yang sangat akut, tindak kejahatan pun segera
menjadi sangat akut pula. Dalam situasi seperti ini sikap keras pemerintah
komunis Cina untuk mendisiplinkan warganya yang kelaparan sama sekali tak akan
menyelesaikan masalah. Hanya tersisa satu jalan keluar: mengarahkan warganya beremigrasi
ke negara-negara lain yang masih memiliki potensi kehidupan. Tak pelak,
Indonesia akan menjadi sasaran utama migrasi warga Cina dalam waktu tak lama
lagi.
Sikap kita:
setiap kapal yang membawa warga Cina yang masuk ke perairan Indonesia harus
ditenggelamkan. Anda tidak membutuhkan tambahan jumlah kaum komunis, bukan?
Maka ketika
Yellowstone meletus pada 10 November 2017, insya Allah, itu adalah waktu
bagi berakhirnya era pencitraan dan dimulainya era kerja, kerja dan kerja.
Maka ketika
Yellowstone meletus pada 10 November 2017, insya Allah, itu adalah waktu
bagi berakhirnya sikap kekanak-kanakan, tidak dewasa, takut menghadapi
realitas, dan terus berdusta, dan dimulainya era patriotisme, sikap yang penuh
tanggung jawab, dan realistis.
Maka ketika
Yellowstone meletus pada 10 November 2017, insya Allah, itu adalah waktu
bagi berakhirnya era Brigjen Mallaby dan dimulainya era santri, walaupun sangat singkat namun insya Allah dapat meraih prediket husnul khatimah bagi
bangsa ini.
Prioritas
Dalam
keadaan super darurat, sama sekali tidak dapat ditolerir adanya kesia-siaan,
seperti rivalitas antara TNI dan Kepolisian. Rivalitas ini dapat dihilangkan
dengan mengembalikan Kepolisian pada posisi semula di bawah koordinasi Mabes TNI.
Di tengah
ancaman serbuan migran dari Cina, sistem identitas penduduk, KTP, harus
dikembalikan ke sistem semula yang melibatkan verifikasi manual oleh para
tetua/ketua masyarakat setempat.
Praktis
sebagian besar pekerjaan yang menanti adalah dalam arah yang berlawanan dengan
arah pembangunan yang tengah dilakukan oleh rezim pemerintah saat ini, sehingga
menjadi tidak logis, tidak layak, bagi rezim ini untuk terus memerintah.
Sebaliknya, menjadi sebuah keniscayaan bagi penggantian rezim dan sistem
pemerintahan.
Wallahua’lam
bishawwab.